BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam ( IPA ) sebagai bagian dari pendidkan umumnya memiliki peran
penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan
siswa yang berkualitas yaitu manusia yang mampu berfikit kritis, logis dan
berinisatif dalam menanggapi isu dimasyarakat yang diakibatkan oleh dampak
perkembangan IPA dan teknologi.
Agar mampu
mewujudakan tujuan pembelajaran ideal ini maka tugas dan tanggung jawab guru
dalam pembelajaran dikelas adalah menciptakan suasana belajar yang nyaman dan
menyenangkan bagi siswanya. Suasana belajar yang nyaman menyenangkan memudahkan
siswa dalam menyerap informasi pengetahuan yang disampaikan. Pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran jauh lebih cepat sehingga kualitas pembelajaran
dan prestasi belajar yang diraih siswa dapat dibanggakan.
Pembelajaran
yang ideal yang dimaksud adalah pembelajaran yang tidak hanya ditunjukan oleh
pencapaian prestasi belajar siswa yang tinggi, tetapi juga harus dapat memancing
minat dan semangat belajar siswa baik disekolah maupun dirumah. Minat belajar
mendorong aktifitas belajar siswa yang tinggi dan aktifitas belajar yang tinggi
mendorong pencapaian prestasi belajar yang optimal.
Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) dirancang untuk mengikuti prinsip-prinsip belajar mengajar. Pada
Kegiatan Belajar Mengajar guru perlu memberikan dorongan kepada para siswa
untuk menggunakan haknya dalam mengungkapkan gagasan. Tanggung jawab belajar
berada pada diri siswa sendiri sedangkan guru bertanggung jawab untuk
menciptakan situasi yang mampu memotivasi siswa untuk belajar.
Guru sebagai tenaga pengajar dituntut untuk selalu
berinovasi dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan suasana pembelajaran
yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Menurut
Sudarwan Danim (2010:2) bahwa :
“Sebagian
masyarakat awam, istilah pendidikan seringnya diidentikkan dengan “sekolah”,
“guru mengajar di kelas”, atau “satuan pendidikan formal” belaka. Secara
akademik, istilah pendidikan berspektrum luas. Pendidikan adalah proses
peradaban dan pemberadaban manusia. Pendidikan adalah aktivitas semua potensi
dasar manusia melalui interaksi antara manusia dewasa dengan yang belum dewasa.
Pendidikan adalah proses kemanusiaan dan pemanusiaan sejati, dengan atau tanpa
penyengajaan”.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam
Syaiful Sagala (2010:2) bahwa ; “Pendidikan ialah pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan”.
Jadi menurut pengertian pendidikan di atas maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan adalah proses pengubah tingkah laku
peserta didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai
anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Proses pembelajaran merupakan salah
satu cara untuk mencapai tujuan dari pendidikan tersebut. Dalam proses
pembelajaran yang semakin banyak dan berkembang ini guru dituntut untuk bisa
menggunakan metode pembelajaran dan dapat menentukan metode apa yang pas untuk
digunakan disetiap materi pengajaran.
Tidak semua guru mampu dan bisa menggunakan
metode-metode pengajaran dan keterbatasan fasilitas serta media-media
pembelajaran akan berakibat pada keefektifan belajar peserta didik. Pengalaman
diantara pengajar dalam proses pembalajaran menunjukan, bahwa ada pada beberapa
sekolah metode pengajarannya mengkondisikan peserta didik disibukan oleh
kegiatan-kegiatan yang kurang perlu seperti mencatat bahan pelajaran yang sudah
ada dalam buku, menceritakan hal-hal yang tidak perlukan sebagainya. Menurut
Zaenal Aqib (2013:102) bahwa ; “Secara umum metode diartikan sebagai cara
melakukan sesuatu. Secara khusus, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai
cara atau pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai dasar pendidikan”.
Berdasarkan
hasil pengamatan peneliti, masih banyak guru yang hanya menggunakan
metode konvensional dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Akibatnya terkadang
siswa merasa jenuh dan kurang memperhatikan pelajaran yang disampaikan oleh
guru yang pada akhirnya hasil belajar siswa menjadi rendah.
Kejadian ini sungguh ironis jika dibandingkan dengan
Negara-negara yang sudah maju. Siswa tidak dapat memaksimalkan kemampuan yang
dimilkinya, yang kemudian berimbas kepada ketidakmampuan siswa dalam mencapai
kriteria ketuntasan minimal (KKM). Setiap siswa dapat dikatakan berhasil jika
telah melampaui nilai KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah.. Berikut ini
adalah daftar nilai ulangan harian mata pelajaran IPA materi Organ Pencernaan Manusia SDN 01
Padasugih Kelas V tahun ajaran 2013/2014 :
Tabel 1.1
Ulangan
Harian Mata Pelajaran Ipa Materi Organ
Pencernaan Manusia SDN 01 Padasugih Kelas V Tahun Ajaran 2013/2014
No.
|
Nama Siswa
|
Nilai
|
1
|
Aqil Fajar
Maulana
|
70
|
2
|
Diana Fuji
Astuti
|
60
|
3
|
Eriko Putra.S
|
50
|
4
|
Firman Helidin
|
60
|
5
|
Farisqi Ainur
Rofiq
|
65
|
6
|
Khoerul Sidiq
|
50
|
7
|
Moh. Alif
Mulyadi
|
70
|
8
|
Moh. Ivandi
|
65
|
9
|
Seyli Yantono
|
60
|
10
|
Siti Sumayah
|
65
|
11
|
A
.Kairurrojiqin
|
50
|
12
|
Afif Aji
Sahidin
|
50
|
13
|
Akhmad Bayu
Erlangga
|
60
|
14
|
Akhmad Sultan
Nur .A
|
70
|
15
|
Bima Mega
Satria
|
55
|
16
|
Dedi Amin
Susilo
|
70
|
17
|
Diana Fara
Arisandi
|
40
|
18
|
Devi Rahmawati
|
70
|
19
|
Faldi Prayoga
|
65
|
20
|
Falentino .A
|
70
|
21
|
Fera Wulandari
|
70
|
22
|
Fadila Septi
.A
|
60
|
23
|
Gawang Ngerai
.S
|
50
|
24
|
Ikhsan
Amirudin
|
40
|
25
|
Ine Sukma .P
|
50
|
26
|
Jinan
Khoerunnisa
|
65
|
Sumber : data nilai siswa kelas V SDN 01 Padasugih
SDN 01 Padasugih Brebes menetapkan nilai KKM sebesar
65. Berdasarkan data nilai pada table 1.1 dapat disimpulakan bahwa nilai
rata-rata peserta didik masih di bawah KKM. Dari 26 siswa, hanya 12 siswa yang
dapat mencapai nilai KKM. Hal ini merupakan permasalahan serius karena kalau
dilihat dari presentase hanya 46, 15% yang dapat tuntas mencapai KKM. Maka guru
sebagai pendidik harus bisa berinovasi menciptakan suasana pembelajaran yang
aktif, efektif, dan kreatif, agar proses pembelajaran sesuai dengan tujuan
pembelajaran tersebut.
Setelah memperhatikan data di atas, maka salah satu
perbaikan adalah pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran yang tepat agar
dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
Contextual
Teaching and Learning
merupakan metode pembelajaran yang memiliki variasi yang sangat baik untuk
mendukung proses pembelajaran diantaranya, yaitu guru menyampaikan materi
dengan menyelipkan pertanyaan-pertanyan kepada peserta didik, dengan diskusi
kecil atau dengan mendiskusikan masalah yang ditemukan oleh peserta didik
sehingga proses pembelajaran akan lebih aktif dan kretif.
Sejalan dengan
hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang metode pembelajaran yang sesuai untuk digunakan disetiap materi
pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar peserta didik, maka penulis tuangkan dalam penelitian yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Materi Organ
Pencernaan Manusia dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Contextual Teaching and Learning”.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah dibahas, maka identifikasi masalah pada penelitian
ini adalah:
1.
Masih banyak guru yang menggunakan
metode pembelajaran konvensional dalam proses pembelajaran.
2.
Hasil belajar peserta didik masih
rendah.
3.
Metode pembelajaran yang monoton dapat
menimbulkan kejenuhan pada peserta didik.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah yang
akan diangkat dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana proses pembelajaran sebelum menggunakan metode
Contextual Teachhing and Learning
(CTL) pada mata pelajaran IPA
materi Organ Pencernaan Manusia di SD Padasugih 01?
2.
Bagaimana
pelaksanaan penggunaan metode pembelajaran contextual
teaching and learning pada mata pelajaran IPA materi Organ Pencernaan
Manusia di SD Padasugih 01?
3.
Bagaimana hasil
peningkatan penggunaan metode pembelajaran contextual teaching learning pada mata pelajaran IPA materi Organ Pencernaan
Manusia di SD Padasugih 01 ?
D.
Tujuan Penelitian
Mengacu pada latar
belakang masalah, indentifikasi masalah dan rumusan masalah yang telah dibahas,
maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui
proses pembelajaran sebelum menggunakan metode pembelajaran contextual teaching and learning pada mata pelajaran IPA materi
Organ Pencernaan Manusia?
2.
Untuk mengetahui
pelaksanaan penggunaan metode pembelajaran contextual
teaching and learning pada mata pelajaran
IPA materi Organ Pencernaan Manusia?
3.
Untuk mengetahui
hasil peningkatan penggunaan metode pembelajaran contextual teaching learning pada mata pelajaran IPA materi Organ Pencernaan Manusia?
E.
Manfaat Penelitian
Adapun
manfaat yang diharapkan dari hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi
guru
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan gambaran dalam melakukan kegiatan pembelajaran agar kegiatan
pembelajaran dapat memberikan hasil yang maksimal.
2. Bagi
siswa
Siswa diharapkan dapat lebih
meningkatkan hasilbelajarnya sehingga hasil belajarnya dapat lebih baik dan
diharapkan siswa dapat lebih berprestasi.
3. Bagi
peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya
diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran jika ingin melakukan
penelitian yang sejenis dengan variabel yang sama.
4. Bagi
sekolah
Hasil penelitian ini dapat
dijadikan referensi dalam memicu kualitas sekolah agar dapat bersaing dengan
sekolah lain.
5. Bagi
Universitas
Hasil penelitian ini dapat
dijadikan tambahan referensi untuk memperkaya khazanah (wawasan) bagi para
pembaca hasil penelitian ini.
F.
Kerangka Pemikiran
Pendidikan merupakan suatu kegiatan proses belajar
mengajar. Untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar ini, senantiasa tidak
selalu berhasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, tetapi seringkali
mengalami kendala dan hambatan yang dapat menggangu proses kegiatan belajar
sehingga prestasi siswa menurun. Kendala-kendala tersebut tidak terlepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa.
Suatu keberhasilan dalam mengikuti proses kegiatan
pembelajaran merupakan tujuan pertama dari seluruh aktivitas yang dilakukan
oleh guru dan murid. Guru sebagai pengajar harus merancang kegiatan
pembelajaran secara sedemikian rupa. Guru harus memilih dan menentukan bahan
ajar, memilih pendekatan yang digunakan, metode apa yang dipakai, insrumen
evaluasi yang akan dilakukan, dan media pembelajaran apa yang akan digunakan.
Berkaitan dengan hal tersebut hendaknya guru mencoba
menggunakan metode pembelajaran yang dapat dengan mudah dimengerti dan dipahami
oleh siswa sehingga materi pembelajaran dapat dikemas oleh guru. Salah satunya
adalah dengan menggunakan metode pembelajaran contextual teaching and learning
sehingga diharapkan tingkat pemahaman materi mata pelajaran IPA pada materi
Organ Pencernaanan manusia yang disampaikan oleh guru lebih tinggi dibandingkan
dengan hanya menggunakan metode pembelajaran konvensional.
BAB II
TINJAUAN TEORITIK
A.
Hasil Belajar Siswa
1.
Definisi Hasil Belajar
Hasil
belajar siswa merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar ( abdurahman, 1999 ). Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari
seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang
relative menetap.
Menurut
Benyamin S. Bloom tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif
dan psikomotor. Pendapat
lain tentang hasil belajar dikemukakan oleh Briggs (dalam Taruh, 2003: 17) yang
mengatakan bahwa hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai
melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka
atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar. Hal ini senada dengan Rasyid
(2008: 9) yang berpendapat bahwa jika di tinjau dari segi proses pengukurannya,
kemampuan seseorang dapat dinyatakan dengan angka.
Dengan demikian, hasil belajar siswa dapat diperoleh guru
dengan terlebih dahulu memberikan seperangkat tes kepada siswa untuk
menjawabnya. Hasil tes belajar siswa tersebut akan memberikan gambaran
informasi tentang kemampuan dan penguasaan kompetensi siswa pada suatu
materi pelajaran yang kemudian dikonversi dalam bentuk angka-angka.
Dick dan Reiser (dalam Sumarno, 2011) mengemukakan bahwa
hasil belajar merupakan kemampuan-kemmpuan yang dimiliki siswa sebagai hasil
kegiatan pembelajaran, yang terdiri atas empat jenis, yaitu: (1) pengetahun,
(2) keterampilan intelektual, (3) ketermpilan motor, dan (4) sikap. Sedangkan
pendapat yang lain dikemukakan oleh Bloom dan Kratwohl (dalam Usman, 1994: 29)
bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor.
Hasil belajar merupakan hal
yang paling terpenting
dalam pembelajaran. Nana Sudjana
(2009: 3), mendefinisikan hasil
belajar siswa pada
hakikatnya adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil
belajar, dalam pengertian yang lebih luas mencangkup
bidang kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Dimyati
dan Mudjiono (2006:
3-4), juga mendefinisikan hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi
tidak belajar dan tindak
mengajar. Dari sisi guru, tindak
mengajar diakhiri dengan
proses evaluasi hasil
belajar. Dari sisi
siswa, hasil belajar
merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.
Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27),
menyebutkan
enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
a.
Pengetahuan, mencapai
kemampuan ingatan tentang
hal yang telah
dipelajari dan tersimpan
dalam ingatan. Pengetahuan
ini berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah,
teori, prinsip, atau metode.
b.
Pemahaman,
mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari.
c.
Penerapan, mencakup
kemampuan menerapkan metode
dan kaidah untuk
menghadapi masalah yang
nyata dan baru.
Misalnya, menggunakan prinsip.
d.
Analisis, mencakup
kemampuan merinci suatu
kesatuan kedalam bagian-bagian
sehingga struktur keseluruhan
dapat dipahami dengan baik. Misalnya, mengurangi masalah
menjadi bagian yang telah kecil.
e.
Sintesis,
mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya, kemampuan menyusun suatu program.
f.
Evaluasi, mencakup
kemampuan membentuk pendapat
tentang beberapa hal berdasarkan
kriteria tertentu. Misalnya,
kemampuan menilai hasil ulangan.
Berdasarkan pengertian
hasil belajar diatas,
disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman
belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut
mencakup aspek
kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar
dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang
bertujuan untuk mendapatkan
data pembuktian yang
akan menunjukan tingkat kemampuan
siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
Hasil belajar
yang akan diteliti
dalam penelitian ini
adalah hasil belajar
aspek kognitif yang mencakup tiga
tingkatan dalam domain kognitif
taksonomi bloom yaitu pengetahuan
(C1), pemahaman (C2),
dan penerapan (C3).
Instrumen yang akan digunakan
untuk mengukur hasil belajar
siswa pada aspek
kognitif adalah tes.
Berdasarkan uraian
di atas maka
hasil belajar IPA
itu sendiri adalah
kemapuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Yaitu, siswa mempunyai kemampuan untuk
menerapkan pengetahuannnya guna
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Hal tersebut juga dijelaskan dalam
GBPP mata pelajaran
matematika SD yaitu,
siswa mampu memahami
pengetahuan Ipa , mampu
menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasikan konsep
dalam mengatasi permasalah
dalam hidupnya menggunakan pengetahuan Ipa. Siswa
mampu dalam memecahkan
masalah yang berkaitan dengan
pengetahuan Ipa.
2.
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar sebagai
salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran dikelas tidak
terlepas dari faktor-faktor mempengaruhi hasil
belajar itu sendiri. Terdapat dua
faktor yang mempengaruhi
hasil belajar, yaitu
sebagai berikut (Sugihartono,
dkk., 2007: 76-77):
a.
Faktor internal
adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal
meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis.
b.
Faktor eksternal
adalah faktor yang
ada di luar
individu. Faktor eksternal
meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Dari faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil
belajar di atas,
peneliti
menggunakan
faktor eksternal berupa
penerapan hasil metode pembelajaran contextual teaching learning. Pelaksanaan penerapan hasil penerapanmetode
pembelajaran contextual teaching learning. ini menuntut keterlibatan siswa secara aktif
dalam kegiatan pembelajaran.
B.
Metode Pembelajaran Contectual Teaching and Learning
Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual
merupakan suatu konsepsi
yang membantu guru
mengaitkan isi materi pelajaran dengan
keadaan dunia nyata. Selain itu juga
memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan
pengetahuan yang diperoleh
dan penerapannya dalam
kehidupan siswa sebagai anggota keluarga,
sebagai warga masyarakat
dan sebagai tenaga
kerja nantinya (US Department of Education and the National School-to-Work
Office, 2001).
Saat ini
banyak sekolah di
Amerika Serikat yang
mengadopsi prinsip-prinsip CTL. Sebenarnya konsep pembelajaran
kontekstual bukan konsep baru. Konsep ini diperkenalkan pertama kali pada tahun
1916 oleh John Dewey, yang
mengetengahkan kurikulum dan
metodologi pengajaran sangat erat hubungannya dengan minat dan
pengalaman siswa.
Proses belajar
akan sangat efektif
bila pengetahuan baru
diberikan berdasarkan
pengalaman atau pengetahuan
yang sudah dimiliki
siswa sebelumnya dan ada hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya
(pengalam nyata). Kedua pakar terakhir
ini menyatakan bahwa
program pembelajaran
bukanlah sekedar deretan
satuan pelajaran. Agar pembelajaran menjadi
efektif, guru harus
menjelaskan dan mempunyai pandangan yang sama
tentang beberapa konsep dasar
seperti peran guru, hakikat
pengajaran dan pembelajaran,
serta misi sekolah
dalam masyarakat. Apabila guru
menyepakati bahwa ketiga
konsep tersebut bermuara pada Contextual
Teaching and Learning,
barulah Contextual Teaching and Learning akan berhasil baik.
1.
Definisi Contextual
Teaching and Learning
Contextual Teaching
and Learning adalah
konsep mengajar dan belajar
yang membantu guru
menghubungkan mata pelajaran
dengan situasi nyata dan
yang memotivasi siswa
agar menghubungkan pengetahuan dan
terapannya dengan kehidupan
sehari-hari sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.
Definisi ringkas
tetapi padat menyatakan
bahwa Contextual Teaching and Learning adalah
proses belajar mengajar
yang erat dengan pengalaman nyata. Sebuah definisi
lain menyatakan bahwa Contextual Teaching
and Learning adalah
pembelajaran yang harus situation and
content-speccificdan memberi kesempatan
dilakukannya pemecahan masalah
secara riil/otentik serta latihan dan melakukan tugas.
Dari ketiga
definisi yang dikutip
tersebut dapat dirasakan
adanya konsep-konsep sama yang melandasinya. Sedangkan
dari referensi yang ada dalam bahasa Inggris Contextual Teaching and Learning
mempunyai banyak padanan istilah.
Contextual Teaching
and Learning dapat
dapat juga disebut experiencial learning, real world education, active learning, learner centered,intruction, dan learning-in-context. Tentu
saja istilah-istilah tersebut
mengandung perbedaan-perbedaan penekanan.
Dari kajian
teori yang ada dapat
dilihat bahwa CTL merupakan
perpaduan beberapa praktek pengajaran yang baik dan beberapa pendekatan sebelumnya (konsep
Dewey, pragmatik, komunikatif
dan konstruktivis). CTL menekankan pada
cara berpikir, trasfer
pengetahuan lintas disiplin, pengumpulan,
penganalisisan dan pentesisan informasi
dan data dari berbagai sumber dan pandangan (Nur, 2001).
2.
Strategi Contextual
Teaching and Learning
Beberapa pakar mengemukakan strategi CTL
yang pada umumnya hampir sama kecuali ada beberapa
perbedaan penekanan. COR, yaitu dari
Center for Occupational
Research di Amerika
menyingkat kelima konsep Contextual Teaching
and Learning dalam akronim REACT
yang jabarannya adalah sebagai berikut.
Relating
: belajar dalam konteks kehidupan nyata
Experiencing: belajar dalam konteks eksplorasi,
penemuan dan penciptaan
Applying
: belajar dengan memadahkan pengetahuan dengan kegunaannya
Cooperating: belajar dalam konteks interaksi
kelompok
Transfering : belajar dengan menggunakan pengetahuan
dalam konteks baru/lain.
Selain itu telah diidentifikasi enam unsur penting
CTL (University of
Washington, dalam Nur, 2001).
1. Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan
penghargaan pribadi siswa bahwa dia berkepentingan terhadap isi pelajaran dan
pembelajaran dirasakan penting dan relevan dengan kehidupannya.
2. Penerapan
pengetahuan: kemampuan untuk
melihat bagaimana dan apa
yang dipelajari diterapkan
dalam tatanan-tatanan lain
dan berfungsi pada masa sekarang
dan akan datang.
3. Berfikir
tingkat lebih tinggi:
siswa dilatih untuk
berfikir kritis dan kreatif
dalam pengumpulan data, memahami suatu
issu, atau memecahkan suatu
masalah.
4. Kurikulum
yang dikembangkan berdasarkan
standar: isi pengajaran berhubungan dengan suatu rentang
dan beragam standar lokal, negara bagian, nasional, asosiasi, dan atau
industri.
5. Responsive
terhadap budaya: pendidik
harus memahami dan
menghormati nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan
kebiasaan-kebiasaan siswa,
sesama rekan pendidik
dan masyarakat tempat mereka mendidik.
Berbagai macam budaya perorangan dan kelompok mempengaruhi pembelajaran. Budaya-budaya ini,
dan hubungan antar
buda ini mempengaruhi bagaimana
pendidik mengajar. Paling tidak empat perspektif seharusnya
dipertimbangkan: individu siswa,
kelompok siswa (sepertti tim atau
keseluruhan kelas), tatanan
sekolah, dan tatanan,masyarakat yang lebih besar.
6. Penilaian
autentik: penggunaan berbagai
macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil
belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa. Strategi-strategi ini dapat
meliputi penilaian atas proyek dan kegiatan siswa, penggunaan portofolio,
rubriks, ceklis, dan panduan
pengamatan di samping
memberikan kesempatan kepada siswa
ikut aktif berperanserta
dalam menilai pembelajaran
mereka sendiri dan penggunaan
tiap-tiap penilaian untuk
memperbaiki keterampilan menulis
mereka.
Pembelajaran
CTL sebagai suatu pendekatan memiliki 7 asas atau komponen yang melandasi
pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu:
1.
Konstruktivisme
(Constructivism)
Konstruktivisme
adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif
siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang
berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi dari dalam diri seseorang (Sanjaya,
2006:264). Muslich (2009:44) mengemukakan konstruktivisme adalah proses
pembelajaran yang menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif,
kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman
belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan
kaidah yang siap dipraktikannya. Manusia harus mengkonstruksikannya terlebih
dahulu pengetahuan itu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Berdasarkan pendapat di atas dapat
dianalogikan bahwa siswa lahir dengan pengetahuan yang masih kosong. Dengan
menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan lingkungannya, siswa mendapat
pengetahuan awal yang diproses melalui pengalaman-pengalaman belajar untuk
memperoleh pengetahuan baru. Dalam hal ini anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan ketrampilan barunya.
2.
Menemukan
(Inquiri)
Komponen kedua
dalam CTL adalah inquiri. Inquiri,
artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencairan dan penemuan melalui
proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses Inquiri dapat dilakukan melalui beberapa
langkah, yaitu: merumuskan masalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data,
menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan (Sanjaya, 2006:265). Menemukan
(Inquiri) merupakan proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan.
Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan
kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri
oleh siswa. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil
mengingat seperangkat fakta, akan tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta
yang dihadapinya Muslich (2009:45). Berdasarkan pendapat di atas dapat
dikatakan bahwa pengetahuan bukanlah sejumlah fakta dari mengingat, akan tetapi
hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian, dalam proses perencanaan
guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal akan tetapi
merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi
yang harus dipahaminya.
3.
Bertanya
(Questioning)
Belajar pada
hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang
sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab
pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir (Sanjaya,
2006:266). Menurut Mulyasa (2009:70)
menyebutkan ada 6 keterampilan bertanya dalam kegiatan pembelajaran, yakni
pertanyaan yang jelas dan singkat, memberi acuan, memusatkan perhatian, memberi
giliran dan menyebarkan pertanyaan, pemberian kesempatan berpikir, dan
pemberian tuntunan. Dalam pembelajaran melalui CTL guru tidak menyampaikan
informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan
sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui
pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk
menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
4.
Masyarakat
Belajar (Learning Comunity)
Didasarkan pada
pendapat Vygotsky, bahwa pengetahuan dan pemahaman anak banyak dibentuk oleh
komunikasi dengan orang lain. Permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendirian,
tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Konsep masyarakat belajar (Learning Comunity) dalam CTL hasil
pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain, teman, antar
kelompok, sumber lain dan bukan hanya guru (Sanjaya, 2006:267). Muslich
(2009:46) mengemukakan konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar
hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini
berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar
kelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di
luar kelas.
5.
Pemodelan
(Modeling) Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu
sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Modeling merupakan azas
yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat
terhindar dari pembelajaran yang teoritis (abstrak) yang dapat memungkinkan
terjadinya verbalisme (Sanjaya, 2006:267).Konsep pemodelan (modeling), dalam CTL menyarankan bahwa
pembelajaran ketrampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang
bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang
cara mengoperasikan sesuatu, menunjukan hasil karya, mempertontonkan suatu
penampilan. Cara pembelajaran seperti ini, akan lebih cepat dipahami siswa dari
pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukan
model atau contohnya (Muslich, 2009:46). Pemodelan pada dasarnya membahasakan
gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para
siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya
melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang
konsep atau aktivitas belajar. Guru memberi model tentang bagaimana cara
belajar. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model, akan
tetapi model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau juga dapat
didatangkan dari luar.
6.
Refleksi
(Reflection)
Refleksi adalah
proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan
kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.
Dalam proses pembelajaran dengan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa
yang telah dipelajarinya (Sanjaya, 2006:268). Berdasarkan pendapat di atas
dapat dikatakan bahwa dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari atau
pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, siswa akan menyadari bahwa
pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
7.
Penilaian Nyata
(Authentic Assesment)
Penilaian nyata
adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar
belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang
positif terhadap perkembangan baik intelektual ataupun mental siswa.
Pembelajaran CTL lebih menekankan pada proses belajar bukan sekedar pada hasil
belajar (Sanjaya, 2006:268). Muslich (2009:47) Penilaian yang sebenarnya (authentic
assesment) merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran
perkembangan pengalaman belajar siswa perlu diketahui oleh guru setiap saat
agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan dalam pembelajaran CTL penilaian
bukan sekedar pada hasil belajar, akan tetapi lebih menekankan pada proses
belajar juga. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa
siswa mengalami kemacetan dalam pembelajaran, maka guru bisa segera melakukan tindakan
yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan tersebut.
3.
Tujuan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Model pembelajaran
CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran
yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atu ketrampilan yang
secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya.
1. Model pembelajaran ini bertujuan
agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya
pemahaman
2. Model pembelajaran ini menekankan
pada pengembangan minat pengalaman siswa.
3. Model pembelajaran CTL ini bertujuan
untuk melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses
pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi
dirinya sendiri dan orang lain
4. Model pembelajaran CTL ini bertujun
agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna
5. Model pembelajaran model CTL ini
bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi
akademik dengan konteks jehidupan sehari-hari
6. Tujuan pembelajaran model CTL ini
bertujuan agar siswa secara indinidu dapat menemukan dan mentrasfer
informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya
sendiri.
4. KarakteristikPembelajaran
Kontekstual
Pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Pembelajaran dilaksanakan dalam
konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian
keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan
dalam lingkungan yang alamiah.
b. Pembelajaran
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
c. Pembelajaran
dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
d. Pembelajaran
dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman.
e. Pembelajaran
memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan
saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam.
f. Pembelajaran
dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama.
g. Pembelajaran
dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
Secara lebih sederhana karakteristik pembelajaran
kontekstual dapat dinyatakan menggunakan sepuluh kata kunci yaitu: kerja sama,
saling menunjang, menyenangkan, belajar dengan gairah, pembelajaran
terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan
teman, siswa kritis dan guru kreatif.
5. Implementasi Pembelajaran
Kontekstual di Kelas
Pendekatan
CTL memiliki tujuh komponen utama. Kelas dikatakan menerapkan CTL jika
menerapkan ke tujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Untuk lebih
jelasnya uraian setiap komponen utama CTL dan penerapannya dalam pembelajaran
adalah sebagai berikut sebagai berikut:
a. Kontruktivisme (Constructivism)
Komponen ini merupakan landasan berfikir pendekatan CTL.
Pembelajaran konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara
aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari
pengalaman belajar yang bermakna.Prinsip konstruktivisme yang harus dimiliki
guru adalah sebagai berikut.
1. Proses pembelajaran
lebih utama dari pada hasil pembelajaran.
2. Informasi
bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada
informasi verbalistis.
3. Siswa
mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya
sendiri.
4. Siswa diberikan
kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar.
5. Pengetahuan
siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
6. Pengalaman
siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan
pengalaman baru.
7. pengalaman siswa
bisa dibangun secara asimilasi (pengetahuan baru dibangun dari pengetahuan yang
sudah ada) maupun akomodasi (struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi
untuk menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).
b. Bertanya (Questioning)
Komponen
ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Bertanya dalam pembelajaran CTL
dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui
sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui
perkembangan kemampuan berfikir siswa.Prinsip yang perlu diperhatikan guru
dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya sebagai berikut.
1. Penggalian informasi lebih efektif
apabila dilakukan melalui bertanya.
2. Konfirmasi terhadap apa yang sudah
diketahui siswa lebih efektif melalui tanya jawab.
3. Dalam rangka penambahan atau
pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi baik kelompok maupun
kelas.
4. Bagi guru, bertanya kepada siswa
bisa mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
5. Dalam pembelajaran yang produktif
kegiatan bertanya berguna untuk: menggali informasi, mengecek pemahaman siswa,
membangkitkan respon siswa, mengetahui kadar keingintahuan siswa, mengetahui
hal-hal yang diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa sesuai yang
dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa, dan
menyegarkan pengetahuan siswa.
c. Menemukan (Inquiry)
Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan
ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan
kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri
oleh siswa. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri
dari fakta yang dihadapinya. Prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan
komponen inquiry dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan dan
keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan
sendiri.
2. Informasi yang
diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data
yang ditemukan sendiri oleh siswa.
3. Siklus inquiry adalah observasi, bertanya,
mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan.
4. Langkah-langkah
kegiatan inquiry: merumuskan
masalah; mengamati atau melakukan observasi; menganalisis dan menyajikan hasil
dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain; mengkomunikasikan
atau menyajikan hasilnya pada pihak lain (pembaca, teman sekelas, guru, audiens
yang lain).
d. Masyarakat belajar (learning community)
Komponen ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya
diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar bisa diperoleh
dengan sharing antar teman,
antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam
maupun di luar kelas. Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika
menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community adalah sebagai
berikut.
1.
Pada dasarnya hasil belajar diperoleh
dari kerja sama atau sharing
dengan pihak lain.
2.
Sharing terjadi
apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.
3.
Sharing terjadi apabila
ada komunikasi dua atau multiarah.
4.
Masyarakat belajar terjadi apabila
masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar bahwa pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.
5.
Siswa yang terlibat dalam masyarakat
belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.
e. Pemodelan (modelling)
Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa
pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang
bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh, misalnya
cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu
penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa dari
pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan
modelnya atau contohnya. Prinsip-prinsip komponen modelling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan
pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Pengetahuan dan
keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa
ditiru.
2. Model atau
contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya.
3. Model atau
contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model
penampilan.
f. Refleksi (reflection)
Komponen
yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah
perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Prinsip-prinsip dasar
yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah
sebagai berikut.
1. Perenungan atas sesuatu pengetahuan
yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.
2. Perenungan merupakan respons atas
kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya.
3. Perenungan bisa berupa menyampaikan
penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi
dengan teman sejawat, atau unjuk kerja.
g. Penilaian autentik (authentic
assessment)
Komponen
yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang
perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa
ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses
belajar siswa. Prinsip
dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian
autentik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
i.
Penilaian
autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan
pengalaman belajar siswa.
ii.
Penilaian
dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.
iii.
Guru
menjadi penilai yang konstruktif (constructive
evaluators) yang dapat merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana
siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan
bagaimana perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks belajar.
iv.
Penilaian
autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri (self-assessment) dan penilaian sesama
(peer assessment).
6.
Kelemahan
dan Kelebihan Model Pembelajran CTL
Kelebihan CTL :
1. Belajar menjadi lebih bermakana dan riil. Artinya siswa dituntut untuk
dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan
nyata.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumpuhkan penguatan konsep kepada
siswa karena pembelajaran CTL menganut aliran kontruktinisme: dimana seorang
siswa diharapkan belajar melalui “ mengalami” bukan “ menghafal”.
Kelemahan CTL :
1. Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam CTL guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi
2. Tugas guru mengelola sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan
pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa.
C.
Kajian Penelitian yang Relevan
Kajian penelitian yang revelan merupakan suatu acuan
yang dipakai peneliti dalam melakukan penelitian. Dimana hasil penelitian ini
dapat dijadikan gambaran bagi peneliti sehingga diharapkan hasil penelitian ini
dapat maksimal.
Penelitian
yang dilakukan oleh Apik Wijaya dengan judul
Penerapan Pendekatan
Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Disertai Tugas
Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII pada tahun 2007. Berdasarkan
hasil penelitian didapat: “Hasil belajar biologi ranah kognitif, afektif dan
psikomotor siswa kelas VII semester genap dengan pendekatan pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) disertai tugas lebih baik dibanding dengan
pendekatan pembelajaran konvensional pada materi dinamika penduduk dan
permasalahannya SMP Negeri 14 Surakarta Tahun Ajaran 2006/2007”.
Penelitian
yang dilakukan oleh Leksono, Agus Budi pada tahun 2010 dengan judul
Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching AndLearning) dalam
Proses Belajar Mengajar Mata Pelajaran Sosiologi Kelas XnPada Pokok Bahasan
Nilai dan Norma Sosial di SMA Negeri 1 TanjungKabupaten Brebes Tahun Ajaran
2010/2011.Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) ada tiga tahap pelaksanaan
pembelajaran kontekstual yaitu tahap persiapan atau perencanaan
pembelajarankontekstual meliputi pembuatan perangkat pembelajaran, tahap
prosespembelajaran kontekstual dengan menggunakan tujuh komponen
pembelajarankontekstual dan mengembangkannya dengan metode rasmul bayan, dan
tahappenilaian pembelajaran kontekstual meliputi penilaian dari segi afektif,
psikomotorik dan kognitif, (2)
pengembangan model CTL dalam kegiatan belajar
mengajar mata pelajaran sosiologi
dilakukan dengan menggunakan metode rasmul
bayan, rasmul artinya panah-panah
sedangkan bayan artinya keterangan, jadirasmul bayan adalah keterangan
menggunakan panah-panah, dan (3) persepsisiswa kelas X mengenai model
pembelajaran CTL, antara lain: persepsi positif,model pembelajaran
kontekstual yang diterapkan dalam pembelajaran sosiologimemberikan kemudahan
bagi siswa dalam memahami kajian sosiologi.
Kesimpulan
dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) ada tigatahap dalam
melaksanakan pembelajaran sosiologi yang berbasis CTL, yaitu tahapperencanaan
pembelajaran kontekstual, tahap proses pembelajaran kontekstual,dan tahap
penilaian pembelajaran kontekstual, (2) pengembangan model CTLdalam kegiatan
belajar mengajar mata pelajaran sosiologi dilakukan denganmenggunakan metode
rasmul bayan, (3) ada dua persepsi siswa siswa kelas Xmengenai model
pembelajaran CTL, yaitu persepsi positif, seperti modelpembelajaran kontekstual
yang diterapkan dalam pembelajaran sosiologimemberikan kemudahan bagi siswa
dalam memahami kajian sosiologi, danpersepsi negatif banyaknya materi dalam
pembelajaran sosiologi, dan kurangnyaalat peraga yang bisa digunakan dalam
pembelajaran sosiologi.
D.
Hipotesis Tindakan
Hipotesis yang akan
diajukan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran contextual teaching learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran IPA materi Organ Pencernaan manusia.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Setting Penelitian
1.
Lokasi
Penelitian
a.
Letak
Geografis SD Negeri Padasugih 01 Brebes
SD Negeri Padasugih 01 Brebes
adalah salah satu lembaga pendidikan sekolah yang berstatus negeri di bawah
naungan kantor Dinas pendidikan kabupaten Brebes yang terletak di Jl. Siranda, No.2, PadasugihDesa Padasugih Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes.
SDN 01
Padasugih adalah sebuah sekolah dasar yang pertama milik wakaf pada tahun 1921
dan pada akhirnya milik pemerintah apa tahun 1925, Sekolah ini berdiri di atas
tanah seluas 1.700 meter persegi. Melalui upaya lahan yang baik, sekolah ini
menjelma menjadi lingkungan pendidikan yang maju dan tempat belajar yang cukup
kondusif.
SD Negeri Padasugih 01 Brebes ini sangat strategis karana dekat dengan penduduk dan desa sehingga dapat di
jangkau dari arah manapun,siswa-siswi pun kebanyakan dari desa setempatnya
saja.
Tenaga
pendidik dan kependidikan SDN 01 Padasugih terdiri dari 15 orang yaitu 1 kepala
sekolah (merangkap guru mapel PKn dari kelas
4 dan 5), 7 guru kelas, 2 guru Agama, 2 guru penjas, 1 tata usaha
(merangkap guru kelas 3), 1 guru bahasa inggris (merangkap sebagai koperasi),
dan 1 penjaga. Tenaga pendidik yang PNS ada 10, yang GTT ada 5.
Ada
pun tenaga pendidik dan pependidikan SDN 01 Padasugih sebagai berikut :
Tabel 3.1
Daftar Nama Dewan Guru, TU, dan Penjaga
Sekolah
No
|
Nama
|
Jabatan
|
Pendidikan
|
1
|
Oni Herowati, SP.d
|
Kepala Sekolah
|
S1 (2006)
|
2
|
Sutrisno .W, Ama.Pd
|
G.Kelas
|
D2 (2002)
|
3
|
Dakim, Ama.Pd
|
G.Kelas
|
D2 (1997)
|
4
|
Wiwi Eka .W, SP.d.SD
|
G.Kelas
|
S1 (2008)
|
5
|
Hj. Nunung, AMa
|
G.Kelas
|
S1 (2002)
|
6
|
Nur Anisah .SQ, Ama
|
G.Agama
|
D2 (1996)
|
7
|
Nuryaman, SP.d
|
G.Penjas
|
S1 (2009)
|
8
|
Tri Sutirah, SP.d
|
G.Kelas
|
S1 (2009)
|
9
|
Siti Khotijar, SP.d.SD
|
G.Kelas
|
S1 (2008)
|
10
|
Solat
|
Penjaga
|
SMU.C (2002)
|
11
|
Lili Sugiharti, SP.d
|
G.Kelas
|
S1 (2009)
|
12
|
Dina Riyana .N, SP.d
|
G.Penjas
|
S1 (2009)
|
13
|
Kartika .PR, SP.I
|
G.Agama
|
S1 (2008)
|
14
|
Nunik Septiarin, SP.d
|
G.Bhs.Inggris
|
S1 (2008)
|
15
|
Dede Susanto
|
PTT (G.Kelas)
|
SMU (2009)
|
2.
Waktu
Penelitian
Alokasi
waktu yang akan dicanangkan dalam penelitian ini direncanakan selama 5 bulan.
Untuk lebih jelasnya agenda kegiatan penelitian
ditunjukan pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.2
Agenda Kegiatan
Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Tahun
2014
|
Ket
|
|||||||||||||||||||
April
|
Mei
|
Juni
|
Juli
|
Agustus
|
||||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|||
1
|
Penyusunan
Proposal
|
|||||||||||||||||||||
2
|
Sidang
Proposal
|
|||||||||||||||||||||
3
|
Perbaikan
proposal
|
|||||||||||||||||||||
4
|
Surat
izin penelitian
|
|||||||||||||||||||||
5
|
Perencanaan
dan pelaksanaan siklus I
|
|||||||||||||||||||||
6
|
Perencanaan
dan pelaksanaan siklus II
|
|||||||||||||||||||||
7
|
Penyusunan
laporan skripsi
|
|||||||||||||||||||||
8
|
Revisi
laporan skripsi
|
|||||||||||||||||||||
9
|
Siding
skripsi
|
B.
Subjek Penelitian
Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Padasugih 01 Kecamatan Brebes Kabupaten
Brebes, adapun jumlah siswa dimaksud adalah 26 siswa terdiri dari 15 siswa laki
laki dan 11 siswa perempuan. Data nama siswa sebagaimana berikut :
Tabel 3.3
Nama Siswa Kelas V SD N Padasugih
01
No.
|
Nama Siswa
|
L/P
|
1
|
Aqil Fajar
Maulana
|
L
|
2
|
Diana Fuji
Astuti
|
P
|
3
|
Eriko Putra.S
|
L
|
4
|
Firman Helidin
|
L
|
5
|
Farisqi Ainur
Rofiq
|
L
|
6
|
Khoerul Sidiq
|
L
|
7
|
Moh. Alif
Mulyadi
|
L
|
8
|
Moh. Ivandi
|
L
|
9
|
Seyli Yantono
|
P
|
10
|
Siti Sumayah
|
P
|
11
|
A
.Kairurrojiqin
|
L
|
12
|
Afif Aji
Sahidin
|
L
|
13
|
Akhmad Bayu
Erlangga
|
L
|
14
|
Akhmad Sultan
Nur .A
|
L
|
15
|
Bima Mega
Satria
|
L
|
16
|
Dedi Amin
Susilo
|
L
|
17
|
Diana Fara
Arisandi
|
P
|
18
|
Devi Rahmawati
|
P
|
19
|
Faldi Prayoga
|
L
|
20
|
Falentino .A
|
P
|
21
|
Fera Wulandari
|
P
|
22
|
Fadila Septi
.A
|
P
|
23
|
Gawang Ngerai
.S
|
P
|
24
|
Ikhsan
Amirudin
|
L
|
25
|
Ine Sukma .P
|
P
|
26
|
Jinan
Khoerunnisa
|
P
|
JUMLAH
|
P
= 11
L
= 15
|
C.
Desain
Penelitian
Dalam penelitian
ini, peneliti harus memilih desain yang tepat agar penelitian yang dilakukan
dapat terarah dengan baik. Desain atau rancangan penelitian kelas yang
dilaksanakan dengan mengikuti prosedur penelitian berdasarkan pada prinsip
Kemmis S, dan MC Taggart .
Penelitian
tindakan Kelas terdiri atas rangkaian empat kegiatan yang dilakukan dalam
siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus, yaitu (1)
perencanaan (2) tindakan (3) pengamatan dan (4) reflleksi terhadap tindakan.
Menurut Suhardjono (2010:74) siklus PTK dapat
digambarkan sebagai berikut:
Siklus
I
Siklus
II
|
||||
Gambar
3.1
Alur
Penelitian Tindakan Kelas
(Suhardjono,
2010:74)
D. Prosedur Penelitian
Untuk lebih jelas, prosedur pelaksanaan penelitian
ini bisa dipaparkan sebagai berikut:
Prasiklus
1.
Perencanaan
Perencanaan dilakukan pada awal
pembelajaran semester 1 sebelum melakukan KBM semester 2 terlebih dahulu
membuat rencana pembelajaran IPA.
2.
Pengamatan
Dalam prasiklus proses pengamatan
dilakukan oleh peneliti terhadap aktifitas siswa dalam belajar seperti pada
saat :
a. Guru
menyampaikan materi
b. Guru
mengajukan pertanyaan
c. Guru
mengajukan evaluasi
3.
Refleksi
Peneliti mengkaji, melihat, dan
mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan melalui metode contextual
teaching learning yang dilaksanakan. Peneliti dapat melihat hasil berdasarkan
lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
Siklus I
1.
Perencanaan
Tindakan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap
ini meliputi:
a. Identifikasi
masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah;
b. Memecahkan
pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar mengajar;
c. Menetapkan
standar kompetansi dan kompetansi dasar;
d. Memilih
bahan pelajaran yang sesuai;
e. Menentukan
skenario pembelajaran sesuai dengan pendekatan yang telah dipilih, yang dalam
hal ini adalah model pembelajaran bermain.
f. Mempersiapkan
sumber, bahan, dan alat bantu yang dibutuhkan;
g. Menyusun
lembar kerja siswa;
h. Menyusun
format observasi;
i. Menyusun
format evaluasi;
j. Dan
lain-lain persiapan yang berhubungan dengan pelaksanaan tindakan dan kegiatan
pembelajaran.
2.
Pelaksanaan
Tindakan
Deskripsi tindakan yang dilakukan,
skenario kerja tindakan perbaikan yang akan dikerjakan dan prosedur tindakan
yang akan diterapkan. Sebagai berikut:
a. Guru
membuka pelajaran dengan terlebih dahulu melakukan apersepsi untuk menyiapkan
mental dan membangkitkan motivasi belajar siswa serta memberitahukan tujuan
yang ingin dicapai deengan kegiatan pembelajaran;
b. Pada
akhir kegiatan pembelajaran, siswa mencatat tugas yang diberikan oleh guru untuk membuat
rangkuman sebagai bahan untuk diskusi kelas pada pertemuan yang akan datang.
3.
Pengamatan
/ Observasi Tindakan
Pelaksanaan
tahap pengamatan atau observasi ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan
tindakan perbaikan di atas. Teknik pelaksanaannya untuk pengamatan ini
dilakukan dengan menggunakan format observasi terstruktur yang telah disiapkan sebelumnya, yaitu berupa
tabel-tabel isian untuk setiap aspek pengamatan dari aktivitas belajar siswa.
Dengan demikian sambil melakukan tindakan (perbaikan), guru melakukan
pengamatan terhadap aktivitas belajar setiap siswa dalam proses pembelajaran.
4.
Refleksi
Tahap ini merupakan evaluasi atas
tindakan yang telah dilakukan, tindakan mana yang sudah berhasil sesuai dengan
rencana dan mana yang perlu di perbaiki sebagai acuan untuk menyusun rencana
tindakan siklus berikutnya.
Siklus
II
1.
Perencanaan
Tindakan
Peneliti membuat rencana pembelajaran sebagai
kelanjutan sekaligus perbaikan dari rencana pada siklus pertama.
2.
Pelaksanaan
Tindakan
Peneliti melaksanakan pembelajaran dengan model
pembelajaran diskusi melalui motede pembelajaran Contextual Teaching Learningberdasarkan rencana pembelajaran hasil
refleksi pada siklus pertama.
3.
Pengamatan
/ Observasi Tindakan
Seperti pada siklus I, tahap ini guru atau dosen
melakukan observasi sesuai dengan format yang sudah disiapkan dan mencatat
semua yang terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
4.
Refleksi
Meliputi kegiatan-kegiatan antara lain sebagai
berikut:
a. Melakukan
evaluasi terhadap tindakan pada siklus II berdasarkan data yang terkumpul.
b. Membahas
hasil evaluasi tentang sekenario pembelajaran pada siklus II.
c. Peneliti
melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua dan menganalisis,
mensentesi, dan meversifikasi serta membuat kesimpulan atas pelaksanaan
pembelajaran berdasarkan tindakan (treatment) dalam peningkatan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPA materi penjumlahan Organ pencernaan manusia.
E.
Teknik
dan Instrumen Penelitian
Menurut Sukmadinata
(2010:52), Metode penelitian adalah rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan
penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan
filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang dihadapi.
Sedangkan
menurut Sugiyono (2013:3), Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Data yang diperoleh
melalui penelitian adalah data empiris (teramati) yang mempunyai kriteria
tertentu yang valid.
Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas,
sebagaimana yang diungkapkan Suhardjono (2010:58)bahwa, Penelitian tindakan
kelas (PTK) adalah penelitian tindakan (action
research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik
pembelajaran dikelasnya. PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar
mengajar yang terjadi di kelas, bukan pada input
kelas (silabus, materi dan lain-lain) ataupun output (hasil belajar). PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal
yang terjadi di dalam kelas.
Menurut Harjodipuro
(Elfanany tahun 2013:21) dijelaskan bahwa, PTK adalah suatu pendekatan untuk
memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk
memikirkan praktik mengajar sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan
agar mau untuk mengubahnya.
Sedangkan
menurut Arikunto (2010:2-3) menjelaskan bahwa PTK melalui paparan gabungan
definisi dari tiga kata, yaitu sebagai berikut:
1.
Penelitian
adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi tertentu
untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu
suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
2.
Tindakan
adalah suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, yang
dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan.
3.
Kelas
adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama
dari seorang guru.
Jadi dapat disimpulkan bahwa PTK adalah penelitian
tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki/meningkatkan mutu
praktik pembelajaran.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dijelaskan
bahwa PTK bukan hanya sekedar mengajar, tetapi mempunyai kesadaran dan kritis
dalam mengajar, dan guru memiliki sikap untuk selalu siap dan bersedia untuk
mengintrospeksi, bercermin, merefleksi atau mengevaluasi diri sendiri sehingga
kemampuan sebagai seorang guru/pengajar diharapkan cukup profesional terhadap
proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran.
PTK juga merupakan suatu penelitian yang dilakukan
secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh
peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penelitian terhadap
tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk
memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
Penelitian ini
dilakukan secara kolaboratif antara guru mata pelajaran sekolah dasar dengan
peneliti dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika
materi oprasi penjumahan bilangan dengan menggunakan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning. Peneliti
berperan sebagai guru yang melakukan pengajaran dengan menerapkan metode
pembelajaran Contextual Teaching Learningyang
telah direncanakan dan disusun, sedangkan guru mata pelajaran kelas V sekolah
dasar bertindak sebagai observer
selama proses pembelajaran.
Penelitian tindakan kelas dilakukan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan atau pengajaran yang diselenggarakan oleh
peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan
yang mengganjal atau belum terpecahkan di kelas. Sehingga proses pembelajaran
bisa berjalan dengan baik dan berjalan seperti semestinya.
1.
Teknik
Pengumpulan Data
Pada tahap ini,
peneliti mengumpulkan seluruh data yang telah diperoleh berdasarkan instrumen
penelitian, kemudian data data tersebut diberikan kode kode tertentu
berdasarkan jenis dan sumbernya. Peneliti melakukan interpresasi terhadap
keseluruhan data dan untuk memudahkan dalam menyusun, peneliti melakukan
kategorisasi data dan perumusan sejumlah hipotesis mengenai hasil dan rencana
program tindakan sesuai dengan tujuan penelitian.
Data dalam
penelitian ini dikumpulkan dengan mengikuti pola tindakan yang telah dilakukan,
mulai dari tahap observasi awal sampai pada tahap berakhirnya seluruh tindakan.
Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu data
kualitatif dan jenis data kuantitatif
Data kualitatif
meliputi data hasil observasi, sedangkan data kuantitatif adalah data yang
diperoleh dari nilai hasil belajar siswa sebelum dan setiap tindakan. Adapun
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pengamatan, dan tes hasil belajar
adalah sebagai berikut :
a. Teknik
observasi / pengamatan
Teknik
pengumpulan data hasil pengamatan terhadap aktifitas belajar siswa selama
siklus tindakan baik individu maupun kelompok meliputi tahapan berikut :
menentukan indicator, membuat format pengamatan dalam bentuk table agar lebih
mudah digunakan, membubuhkan tanda ceklis pada setiap item descriptor sesuai
realita aktivitas belajar sesungguhnya, melakukan penskoran terhadap descriptor
terpilih, menentukan prosentase skor, menentukan prosentase rata rata,
mengkonsultasikan hasil yang ditetapkan , kesimpulan sementara.
b. Teknik
tes hasil belajar
Data hasil tes
terdiri dari data hasil belajar siswa sebelum tindakan dan setelah tindakan.
1.Data tes sebelum tindakan ( pra
siklus ) untuk data tes hasil belajar sebelum tindakanbelajar sebelum tindakan
( data prasiklus tindakan ) digunakan teknik studi dokumentasi yaitu teknik
pengambilan data dengan cara mengumpulkan sejumlah informasi tertulis langsung
dari lokus penelitian, berupa data dalam bentuk daftar nilai siswa secara
kolektif yang bersumber dari arsip kumpulan nilai hasil belajar. Data
pratindakan merupakan data awal yang dijadikan dasar perencanaan tindakan
penelitian.
2.Data tes hasil belajar siswa pada
tindakan ( data hasil tindakan ) teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
tekik tes kemampuan untuk mengukur ketercapaian KKM yang ditentukan.
2.
Instrumen
Penelitian
Instrummen penelitian
digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Pengumpulan data atau
informasi merupakan prosedur penelitian dan merupakan syarat bagi pelaksanaan
pemecahan masalah penelitian yang memerlukan cara-cara atau tehnik tertentu
agar data dapat terkumpul dengan baik.
Menurut Arikunto (2010:134), Instrumen
penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam
arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Sedangkan menurut Sugiyono (2013:133), Instrumen
penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun
sosial yang dihadapi.
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan pada peneitian
ini, maka diperlukan instrumen penelitian. Dalam penelitian kualitatif, yang
menjadi instrumen alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Adapun instrumen
penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Soal (Tes)
Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan tes sebagai instrumennya. Menurut Arikunto (2010:193),Tes adalah
serentetan pertannyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok.
Jenis tes yang digunakan
adalah tes prestasi, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian
seseorang setelah mempelajari sesuatu.
Menurut Riduwan (2011:76), Tes
sebagai pengumpul data adalah sejumlah pertanyaan atau latihan yang digunakan
untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yangdimiliki
oleh individu atau kelompok.
Tes tertulis digunakan untuk
mengukur pemahaman siswa dalam pokok bahasan yang diajarkan. Tes tertulis
disusun berdasarkan rumusan pada tujuan pembelajaran yang diberikan pada awal
dan akhir pokok bahasan. Soal tes diuji coba terlebih dahulu untuk menjamin
keabsahan hasil penelitian, setelah itu penulis menentukan validitas dan
reabilitas dari soal tersebut dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
b.
Observasi
Menurut Sutrisno dalam Sugiyono (2011:145), Observasi
merupakan suatu proses yang komplek, suatu konsep yang tersusun dari berbagai
proses biologis dan psikologis. Teknik pengumpulan data dengan observasi dapat
digunakan pada penelitian yang berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja,
gejala-gejala alam dan apabila perponden yang diamati tidak terlalu besar.
Dalam penelitian ini, selain menggunakan instrumen
tes peneliti juga menggunakan observasi sebagai instrumen nontes yang bertujuan
untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model bermain.
F.
Analisis
Data
Analisis data merupakan kegiatan setelah dari
seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data
adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil tes, observasi, , dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melaksanakan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami
oleh diri sendiri maupun orang lain.
Peneliti mengumpulkan seluruh data yang telah
diperoleh berdasarkan instrument penelitian, melakukan interprestasi terhadap
keseluruhan data dan untuk memudahkan dalam menyusun dibuat deskripsi data
dalam table, peneliti melakukan kategorisasi data dan analisis hasil tindakan
sesuai dengan tujuan penelitian
1. Pengolahan
Data Hasil Tes
Tingkat keberhasilan pemahaman siswa di ukur
berdasarkan skor tes pada akhir setiap siklus yang diperoleh dengan menggunakan
rumus menurut Jihad dan Haris (2010:130) yaitu sebagai berikut:
KKM
yang digunakan adalah 65, maka jika nilai ≥ 65 dinyatakan tuntas. Sedangkan
untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah pelaksanaan
tindakan di setiap siklus, dilakukan analisis gain ternomalisasi dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Interpretasi gain ternomalisasi dapat dilihat pada
tabel 3.2 berikut ini:
Tabel
3.4
Interpretasi
Gain Ternormalisasi
Nilai
<g>
|
Interpretasi
|
(<g>) ≤ 0.3
|
Rendah
|
0.3 < (<g>) ≤ 0.7
|
Sedang
|
(<g>) ≥ 0.7
|
Tinggi
|
2. Pengolahan
Data Hasil Observasi
Berdasarkan
skor yang diperoleh, ditentukan presentasi aktivitas siswa dan guru dengan
menggunakan rumus menurut Riduwan (2011:89) sebagai berikut:
Kriteriainter
pretasi skor dapat dilihat pada table 3.3 berikut ini:
Tabel 3.5
Kriteria Interpretasi Skor
Skor
(%)
|
Interpretasi
|
80%
|
Sangat Baik
|
79% - 60%
|
Baik
|
59%
|
Kurang
|
.
No Responses to "Skrpsi PTK"