Halo Sobat ! | Members area : Register | Sign in
About me | SiteMap | Arsip | Terms of Use | Dcma Disclaimer




Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Total Tayangan Halaman

Home » » Skrpsi PTK

Skrpsi PTK

Kamis, 25 September 2014





BAB I
PENDAHULUAN

A.         Latar Belakang Masalah
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) sebagai bagian dari pendidkan umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan siswa yang berkualitas yaitu manusia yang mampu berfikit kritis, logis dan berinisatif dalam menanggapi isu dimasyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan IPA dan teknologi.
Agar mampu mewujudakan tujuan pembelajaran ideal ini maka tugas dan tanggung jawab guru dalam pembelajaran dikelas adalah menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi siswanya. Suasana belajar yang nyaman menyenangkan memudahkan siswa dalam menyerap informasi pengetahuan yang disampaikan. Pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran jauh lebih cepat sehingga kualitas pembelajaran dan prestasi belajar yang diraih siswa dapat dibanggakan.
Pembelajaran yang ideal yang dimaksud adalah pembelajaran yang tidak hanya ditunjukan oleh pencapaian prestasi belajar siswa yang tinggi, tetapi juga harus dapat memancing minat dan semangat belajar siswa baik disekolah maupun dirumah. Minat belajar mendorong aktifitas belajar siswa yang tinggi dan aktifitas belajar yang tinggi mendorong pencapaian prestasi belajar yang optimal.
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dirancang untuk mengikuti prinsip-prinsip belajar mengajar. Pada Kegiatan Belajar Mengajar guru perlu memberikan dorongan kepada para siswa untuk menggunakan haknya dalam mengungkapkan gagasan. Tanggung jawab belajar berada pada diri siswa sendiri sedangkan guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mampu memotivasi siswa untuk belajar.
Guru sebagai tenaga pengajar dituntut untuk selalu berinovasi dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Menurut Sudarwan Danim (2010:2) bahwa :
“Sebagian masyarakat awam, istilah pendidikan seringnya diidentikkan dengan “sekolah”, “guru mengajar di kelas”, atau “satuan pendidikan formal” belaka. Secara akademik, istilah pendidikan berspektrum luas. Pendidikan adalah proses peradaban dan pemberadaban manusia. Pendidikan adalah aktivitas semua potensi dasar manusia melalui interaksi antara manusia dewasa dengan yang belum dewasa. Pendidikan adalah proses kemanusiaan dan pemanusiaan sejati, dengan atau tanpa penyengajaan”.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Syaiful Sagala (2010:2) bahwa ; “Pendidikan ialah pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.
Jadi menurut pengertian pendidikan di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan adalah proses pengubah tingkah laku peserta didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu  berada. Proses pembelajaran merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan dari pendidikan tersebut. Dalam proses pembelajaran yang semakin banyak dan berkembang ini guru dituntut untuk bisa menggunakan metode pembelajaran dan dapat menentukan metode apa yang pas untuk digunakan disetiap materi pengajaran.
Tidak semua guru mampu dan bisa menggunakan metode-metode pengajaran dan keterbatasan fasilitas serta media-media pembelajaran akan berakibat pada keefektifan belajar peserta didik. Pengalaman diantara pengajar dalam proses pembalajaran menunjukan, bahwa ada pada beberapa sekolah metode pengajarannya mengkondisikan peserta didik disibukan oleh kegiatan-kegiatan yang kurang perlu seperti mencatat bahan pelajaran yang sudah ada dalam buku, menceritakan hal-hal yang tidak perlukan sebagainya. Menurut Zaenal Aqib (2013:102) bahwa ; “Secara umum metode diartikan sebagai cara melakukan sesuatu. Secara khusus, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara atau pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai dasar pendidikan”.       
Berdasarkan  hasil pengamatan peneliti, masih banyak guru yang hanya menggunakan metode konvensional dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Akibatnya terkadang siswa merasa jenuh dan kurang memperhatikan pelajaran yang disampaikan oleh guru yang pada akhirnya hasil belajar siswa menjadi rendah.
Kejadian ini sungguh ironis jika dibandingkan dengan Negara-negara yang sudah maju. Siswa tidak dapat memaksimalkan kemampuan yang dimilkinya, yang kemudian berimbas kepada ketidakmampuan siswa dalam mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Setiap siswa dapat dikatakan berhasil jika telah melampaui nilai KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah.. Berikut ini adalah daftar nilai ulangan harian mata pelajaran  IPA materi Organ Pencernaan Manusia SDN 01 Padasugih Kelas V tahun ajaran 2013/2014 :
Tabel 1.1
 Ulangan Harian Mata Pelajaran  Ipa Materi Organ Pencernaan Manusia SDN 01 Padasugih Kelas V Tahun Ajaran 2013/2014
No.
Nama Siswa
Nilai
1
Aqil Fajar Maulana
70
2
Diana Fuji Astuti
60
3
Eriko Putra.S
50
4
Firman Helidin
60
5
Farisqi Ainur Rofiq
65
6
Khoerul Sidiq
50
7
Moh. Alif Mulyadi
70
8
Moh. Ivandi
65
9
Seyli Yantono
60
10
Siti Sumayah
65
11
A .Kairurrojiqin
50
12
Afif Aji Sahidin
50
13
Akhmad Bayu Erlangga
60
14
Akhmad Sultan Nur .A
70
15
Bima Mega Satria
55
16
Dedi Amin Susilo
70
17
Diana Fara Arisandi
40
18
Devi Rahmawati
70
19
Faldi Prayoga
65
20
Falentino .A
70
21
Fera Wulandari
70
22
Fadila Septi .A
60
23
Gawang Ngerai .S
50
24
Ikhsan Amirudin
40
25
Ine Sukma .P
50
26
Jinan Khoerunnisa
65

Sumber : data nilai siswa kelas V SDN 01 Padasugih

SDN 01 Padasugih Brebes menetapkan nilai KKM sebesar 65. Berdasarkan data nilai pada table 1.1 dapat disimpulakan bahwa nilai rata-rata peserta didik masih di bawah KKM. Dari 26 siswa, hanya 12 siswa yang dapat mencapai nilai KKM. Hal ini merupakan permasalahan serius karena kalau dilihat dari presentase hanya 46, 15% yang dapat tuntas mencapai KKM. Maka guru sebagai pendidik harus bisa berinovasi menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, efektif, dan kreatif, agar proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut.
Setelah memperhatikan data di atas, maka salah satu perbaikan adalah pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran yang tepat agar dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
Contextual Teaching  and Learning merupakan metode pembelajaran yang memiliki variasi yang sangat baik untuk mendukung proses pembelajaran diantaranya, yaitu guru menyampaikan materi dengan menyelipkan pertanyaan-pertanyan kepada peserta didik, dengan diskusi kecil atau dengan mendiskusikan masalah yang ditemukan oleh peserta didik sehingga proses pembelajaran akan lebih aktif dan kretif.
Sejalan dengan  hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang metode pembelajaran yang sesuai untuk digunakan disetiap materi pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik, maka penulis tuangkan dalam penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Materi Organ Pencernaan Manusia dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Contextual Teaching and Learning”.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dibahas, maka identifikasi masalah pada penelitian ini adalah:
1.        Masih banyak guru yang menggunakan metode pembelajaran konvensional dalam proses pembelajaran.
2.        Hasil belajar peserta didik masih rendah.
3.        Metode pembelajaran yang monoton dapat menimbulkan kejenuhan pada peserta didik.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana proses pembelajaran sebelum menggunakan metode Contextual Teachhing and Learning (CTL) pada mata pelajaran IPA materi Organ Pencernaan Manusia di SD Padasugih 01?
2.        Bagaimana pelaksanaan penggunaan metode pembelajaran contextual teaching and learning pada mata pelajaran IPA materi Organ Pencernaan Manusia di SD Padasugih 01?
3.        Bagaimana hasil peningkatan penggunaan metode pembelajaran contextual teaching learning pada mata pelajaran IPA materi Organ Pencernaan Manusia di SD Padasugih 01 ?

D.    Tujuan Penelitian
Mengacu pada latar belakang masalah, indentifikasi masalah dan rumusan masalah yang telah dibahas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui proses pembelajaran sebelum menggunakan  metode pembelajaran contextual teaching and learning pada mata pelajaran IPA materi Organ Pencernaan Manusia?
2.      Untuk mengetahui pelaksanaan penggunaan metode pembelajaran contextual teaching and learning pada mata pelajaran  IPA materi Organ Pencernaan Manusia?
3.      Untuk mengetahui hasil peningkatan penggunaan metode pembelajaran contextual teaching learning pada mata pelajaran  IPA materi Organ Pencernaan Manusia?

E.     Manfaat Penelitian
   Adapun manfaat  yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dalam melakukan kegiatan pembelajaran agar kegiatan pembelajaran dapat memberikan hasil yang maksimal.
2.      Bagi siswa
Siswa diharapkan dapat lebih meningkatkan hasilbelajarnya sehingga hasil belajarnya dapat lebih baik dan diharapkan siswa dapat lebih berprestasi.
3.      Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran jika ingin melakukan penelitian yang sejenis dengan variabel yang sama.
4.      Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam memicu kualitas sekolah agar dapat bersaing dengan sekolah lain.
5.      Bagi Universitas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan referensi untuk memperkaya khazanah (wawasan) bagi para pembaca hasil penelitian ini.

F.     Kerangka Pemikiran
   Pendidikan merupakan suatu kegiatan proses belajar mengajar. Untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar ini, senantiasa tidak selalu berhasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, tetapi seringkali mengalami kendala dan hambatan yang dapat menggangu proses kegiatan belajar sehingga prestasi siswa menurun. Kendala-kendala tersebut tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa.
Suatu keberhasilan dalam mengikuti proses kegiatan pembelajaran merupakan tujuan pertama dari seluruh aktivitas yang dilakukan oleh guru dan murid. Guru sebagai pengajar harus merancang kegiatan pembelajaran secara sedemikian rupa. Guru harus memilih dan menentukan bahan ajar, memilih pendekatan yang digunakan, metode apa yang dipakai, insrumen evaluasi yang akan dilakukan, dan media pembelajaran apa yang akan digunakan.
Berkaitan dengan hal tersebut hendaknya guru mencoba menggunakan metode pembelajaran yang dapat dengan mudah dimengerti dan dipahami oleh siswa sehingga materi pembelajaran dapat dikemas oleh guru. Salah satunya adalah dengan menggunakan metode pembelajaran contextual teaching  and learning sehingga diharapkan tingkat pemahaman materi mata pelajaran IPA pada materi Organ Pencernaanan manusia yang disampaikan oleh guru lebih tinggi dibandingkan dengan hanya menggunakan metode pembelajaran konvensional.



BAB II
TINJAUAN TEORITIK

A.    Hasil Belajar Siswa
1.      Definisi Hasil Belajar
Hasil belajar siswa merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar ( abdurahman, 1999 ). Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relative menetap.
Menurut Benyamin S. Bloom tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Pendapat lain tentang hasil belajar dikemukakan oleh Briggs (dalam Taruh, 2003: 17) yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar. Hal ini senada dengan Rasyid (2008: 9) yang berpendapat bahwa jika di tinjau dari segi proses pengukurannya, kemampuan seseorang dapat dinyatakan dengan angka.
Dengan demikian, hasil belajar siswa dapat diperoleh guru dengan terlebih dahulu memberikan seperangkat tes kepada siswa untuk menjawabnya. Hasil tes belajar siswa tersebut akan memberikan gambaran informasi tentang kemampuan dan penguasaan  kompetensi siswa pada suatu materi pelajaran yang kemudian dikonversi dalam bentuk angka-angka.
Dick dan Reiser (dalam Sumarno, 2011) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan-kemmpuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran, yang terdiri atas empat jenis, yaitu: (1) pengetahun, (2) keterampilan intelektual, (3) ketermpilan motor, dan (4) sikap. Sedangkan pendapat yang lain dikemukakan oleh Bloom dan Kratwohl (dalam Usman, 1994: 29) bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang secara umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Hasil  belajar merupakan  hal  yang  paling  terpenting  dalam  pembelajaran. Nana  Sudjana  (2009:  3),  mendefinisikan  hasil  belajar  siswa  pada  hakikatnya adalah perubahan  tingkah  laku sebagai hasil belajar, dalam pengertian yang  lebih luas  mencangkup  bidang  kognitif,  afektif,  dan  psikomotorik.  Dimyati  dan  Mudjiono  (2006:  3-4),    juga mendefinisikan  hasil  belajar merupakan  hasil  dari  suatu  interaksi  tidak belajar dan  tindak mengajar. Dari sisi guru,  tindak mengajar  diakhiri  dengan  proses  evaluasi  hasil  belajar.  Dari  sisi  siswa,  hasil  belajar  merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.
Benjamin S. Bloom  (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27), menyebutkan
enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
a.       Pengetahuan,  mencapai  kemampuan  ingatan  tentang  hal  yang  telah  dipelajari  dan  tersimpan  dalam  ingatan.  Pengetahuan  ini  berkenaan  dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b.      Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang  hal yang dipelajari.
c.       Penerapan,  mencakup  kemampuan  menerapkan  metode  dan  kaidah   untuk  menghadapi  masalah  yang  nyata  dan  baru.  Misalnya,  menggunakan prinsip.
d.      Analisis,  mencakup  kemampuan  merinci  suatu  kesatuan  kedalam  bagian-bagian  sehingga  struktur  keseluruhan  dapat  dipahami  dengan baik. Misalnya, mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e.       Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya,  kemampuan menyusun suatu program.
f.       Evaluasi,  mencakup  kemampuan  membentuk  pendapat  tentang beberapa  hal  berdasarkan  kriteria  tertentu.  Misalnya,  kemampuan  menilai hasil ulangan.
Berdasarkan  pengertian  hasil  belajar  diatas,  disimpulkan  bahwa  hasil belajar  adalah  kemampuan-kemampuan  yang  dimiliki  siswa  setelah  menerima pengalaman  belajarnya.  Kemampuan-kemampuan  tersebut  mencakup  aspek
kognitif,  afektif,  dan  psikomotorik. Hasil  belajar  dapat  dilihat melalui  kegiatan evaluasi  yang  bertujuan  untuk  mendapatkan  data  pembuktian  yang  akan menunjukan  tingkat  kemampuan  siswa  dalam  mencapai  tujuan  pembelajaran.
Hasil  belajar  yang  akan  diteliti  dalam  penelitian  ini  adalah  hasil  belajar  aspek kognitif  yang mencakup  tiga  tingkatan dalam domain kognitif  taksonomi  bloom yaitu  pengetahuan  (C1),  pemahaman  (C2),  dan  penerapan  (C3).  Instrumen  yang akan  digunakan  untuk mengukur  hasil  belajar  siswa  pada  aspek  kognitif  adalah tes.
Berdasarkan  uraian  di  atas  maka  hasil  belajar  IPA  itu  sendiri adalah kemapuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Yaitu,  siswa mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuannnya guna  memecahkan  masalah  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Hal  tersebut  juga dijelaskan  dalam  GBPP  mata  pelajaran  matematika  SD  yaitu,  siswa  mampu  memahami  pengetahuan Ipa  ,  mampu  menjelaskan  keterkaitan antar  konsep  dan  mengaplikasikan  konsep  dalam  mengatasi  permasalah  dalam hidupnya  menggunakan  pengetahuan Ipa.  Siswa  mampu  dalam  memecahkan  masalah  yang berkaitan  dengan  pengetahuan Ipa. 
2.      Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar sebagai salah satu  indikator pencapaian  tujuan pembelajaran dikelas  tidak  terlepas  dari  faktor-faktor mempengaruhi  hasil  belajar  itu  sendiri. Terdapat  dua  faktor  yang  mempengaruhi  hasil  belajar,  yaitu  sebagai  berikut (Sugihartono, dkk., 2007: 76-77):
a.       Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis.
b.      Faktor  eksternal  adalah  faktor  yang  ada  di  luar  individu.  Faktor  eksternal  meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
   Dari  faktor-faktor  yang  mempengaruhi  hasil  belajar  di  atas,  peneliti
menggunakan  faktor  eksternal  berupa  penerapan  hasil  metode pembelajaran contextual teaching learning. Pelaksanaan penerapan hasil penerapanmetode pembelajaran contextual teaching learning.  ini menuntut keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
  
B.     Metode Pembelajaran Contectual Teaching and Learning
Pengajaran  dan Pembelajaran  Kontekstual  merupakan  suatu  konsepsi  yang  membantu guru mengaitkan  isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Selain itu  juga memotivasi  siswa  untuk menghubungkan  pengetahuan  pengetahuan  yang  diperoleh  dan  penerapannya  dalam  kehidupan  siswa  sebagai anggota  keluarga,  sebagai  warga  masyarakat  dan  sebagai  tenaga  kerja nantinya (US Department of Education and  the National School-to-Work
Office, 2001).
Saat  ini  banyak  sekolah  di  Amerika  Serikat  yang  mengadopsi prinsip-prinsip CTL. Sebenarnya konsep pembelajaran kontekstual bukan konsep baru. Konsep ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1916 oleh John  Dewey,  yang  mengetengahkan  kurikulum  dan  metodologi pengajaran sangat erat hubungannya dengan minat dan pengalaman siswa.
Proses  belajar  akan  sangat  efektif  bila  pengetahuan  baru  diberikan berdasarkan  pengalaman  atau  pengetahuan  yang  sudah  dimiliki  siswa sebelumnya dan ada hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya (pengalam nyata). Kedua  pakar  terakhir  ini  menyatakan  bahwa  program pembelajaran  bukanlah  sekedar  deretan  satuan  pelajaran.  Agar pembelajaran  menjadi  efektif,  guru  harus  menjelaskan  dan  mempunyai pandangan yang  sama  tentang beberapa konsep dasar  seperti peran guru, hakikat  pengajaran  dan  pembelajaran,  serta  misi  sekolah  dalam masyarakat.  Apabila  guru  menyepakati  bahwa  ketiga  konsep  tersebut bermuara  pada  Contextual  Teaching  and  Learning,  barulah  Contextual Teaching and Learning akan berhasil baik.

1.      Definisi Contextual Teaching and Learning
Contextual  Teaching  and  Learning  adalah  konsep  mengajar  dan belajar  yang  membantu  guru  menghubungkan  mata  pelajaran  dengan situasi  nyata  dan  yang  memotivasi  siswa  agar  menghubungkan pengetahuan  dan  terapannya  dengan  kehidupan  sehari-hari  sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Definisi  ringkas  tetapi  padat  menyatakan  bahwa  Contextual Teaching  and Learning  adalah  proses  belajar  mengajar  yang  erat  dengan pengalaman nyata. Sebuah  definisi  lain menyatakan   bahwa  Contextual  Teaching  and Learning  adalah pembelajaran yang harus situation and content-speccificdan  memberi  kesempatan  dilakukannya  pemecahan  masalah  secara riil/otentik serta latihan dan melakukan tugas.
Dari  ketiga  definisi  yang  dikutip  tersebut  dapat  dirasakan  adanya konsep-konsep  sama  yang melandasinya.  Sedangkan  dari  referensi  yang ada dalam bahasa Inggris Contextual Teaching and Learning mempunyai banyak  padanan  istilah.  Contextual  Teaching  and  Learning  dapat  dapat juga disebut experiencial  learning, real world education, active  learning, learner  centered,intruction,  dan  learning-in-context.  Tentu  saja  istilah-istilah tersebut mengandung perbedaan-perbedaan penekanan.      
Dari  kajian  teori yang  ada  dapat  dilihat  bahwa CTL merupakan perpaduan beberapa praktek pengajaran yang baik dan beberapa pendekatan sebelumnya  (konsep  Dewey,  pragmatik,  komunikatif  dan  konstruktivis).  CTL menekankan  pada  cara  berpikir,  trasfer  pengetahuan  lintas disiplin, pengumpulan, penganalisisan dan pentesisan  informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan (Nur, 2001).

2.      Strategi Contextual Teaching and Learning
Beberapa  pakar mengemukakan  strategi CTL  yang  pada  umumnya hampir sama kecuali ada beberapa perbedaan penekanan. COR,  yaitu  dari  Center  for  Occupational  Research  di Amerika menyingkat  kelima  konsep Contextual  Teaching  and  Learning dalam akronim REACT yang jabarannya adalah sebagai berikut.
Relating        : belajar dalam konteks kehidupan nyata
Experiencing: belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan dan  penciptaan
Applying      : belajar dengan memadahkan pengetahuan dengan  kegunaannya
Cooperating: belajar dalam konteks interaksi kelompok
Transfering : belajar dengan menggunakan pengetahuan dalam  konteks baru/lain.
Selain itu telah diidentifikasi enam unsur penting CTL (University of
Washington, dalam Nur, 2001).
1.      Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi siswa bahwa dia berkepentingan terhadap isi pelajaran dan pembelajaran dirasakan penting dan relevan dengan kehidupannya.
2.      Penerapan  pengetahuan:  kemampuan  untuk  melihat  bagaimana  dan apa  yang  dipelajari  diterapkan  dalam  tatanan-tatanan  lain  dan  berfungsi pada masa sekarang dan akan datang.
3.      Berfikir  tingkat  lebih  tinggi:  siswa  dilatih  untuk  berfikir  kritis  dan kreatif  dalam  pengumpulan  data, memahami  suatu  issu,  atau memecahkan suatu masalah.
4.      Kurikulum  yang  dikembangkan  berdasarkan  standar:  isi  pengajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal, negara bagian, nasional, asosiasi, dan atau industri.
5.      Responsive  terhadap  budaya:  pendidik  harus  memahami  dan  menghormati  nilai-nilai,  keyakinan-keyakinan,  dan  kebiasaan-kebiasaan siswa,  sesama  rekan  pendidik  dan masyarakat  tempat mereka mendidik. Berbagai macam budaya perorangan dan kelompok mempengaruhi  pembelajaran. Budaya-budaya  ini,  dan  hubungan  antar  buda  ini mempengaruhi bagaimana pendidik mengajar. Paling tidak empat perspektif seharusnya dipertimbangkan:  individu siswa, kelompok siswa (sepertti  tim  atau  keseluruhan  kelas),  tatanan  sekolah,  dan  tatanan,masyarakat yang lebih besar.
6.      Penilaian  autentik:  penggunaan  berbagai  macam  strategi  penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa. Strategi-strategi ini dapat meliputi penilaian atas proyek dan kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubriks, ceklis, dan panduan  pengamatan  di  samping  memberikan  kesempatan  kepada siswa  ikut  aktif  berperanserta  dalam  menilai  pembelajaran  mereka sendiri  dan  penggunaan  tiap-tiap  penilaian  untuk  memperbaiki  keterampilan menulis mereka.
   Pembelajaran CTL sebagai suatu pendekatan memiliki 7 asas atau komponen yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu:
1.      Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi dari dalam diri seseorang (Sanjaya, 2006:264). Muslich (2009:44) mengemukakan konstruktivisme adalah proses pembelajaran yang menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap dipraktikannya. Manusia harus mengkonstruksikannya terlebih dahulu pengetahuan itu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata.  Berdasarkan pendapat di atas dapat dianalogikan bahwa siswa lahir dengan pengetahuan yang masih kosong. Dengan menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan lingkungannya, siswa mendapat pengetahuan awal yang diproses melalui pengalaman-pengalaman belajar untuk memperoleh pengetahuan baru. Dalam hal ini anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.




2.      Menemukan (Inquiri)
Komponen kedua dalam CTL adalah inquiri.  Inquiri, artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencairan dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses  Inquiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: merumuskan masalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan (Sanjaya, 2006:265). Menemukan (Inquiri) merupakan proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, akan tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya Muslich (2009:45). Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pengetahuan bukanlah sejumlah fakta dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian, dalam proses perencanaan guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.
3.      Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir (Sanjaya, 2006:266).  Menurut Mulyasa (2009:70) menyebutkan ada 6 keterampilan bertanya dalam kegiatan pembelajaran, yakni pertanyaan yang jelas dan singkat, memberi acuan, memusatkan perhatian, memberi giliran dan menyebarkan pertanyaan, pemberian kesempatan berpikir, dan pemberian tuntunan. Dalam pembelajaran melalui CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
4.      Masyarakat Belajar (Learning Comunity)
Didasarkan pada pendapat Vygotsky, bahwa pengetahuan dan pemahaman anak banyak dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain. Permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Konsep masyarakat belajar (Learning Comunity) dalam CTL hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain dan bukan hanya guru (Sanjaya, 2006:267). Muslich (2009:46) mengemukakan konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. 
5.      Pemodelan (Modeling) Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Modeling merupakan azas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis (abstrak) yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme (Sanjaya, 2006:267).Konsep pemodelan  (modeling), dalam CTL menyarankan bahwa pembelajaran ketrampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang cara mengoperasikan sesuatu, menunjukan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran seperti ini, akan lebih cepat dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukan model atau contohnya (Muslich, 2009:46). Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model, akan tetapi model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau juga dapat didatangkan dari luar. 
6.      Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Dalam proses pembelajaran dengan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya (Sanjaya, 2006:268). Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
7.      Penilaian Nyata (Authentic Assesment)
Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.  Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual ataupun mental siswa. Pembelajaran CTL lebih menekankan pada proses belajar bukan sekedar pada hasil belajar (Sanjaya, 2006:268). Muslich (2009:47) Penilaian yang sebenarnya  (authentic assesment) merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman belajar siswa perlu diketahui oleh guru setiap saat agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan dalam pembelajaran CTL penilaian bukan sekedar pada hasil belajar, akan tetapi lebih menekankan pada proses belajar juga. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam pembelajaran, maka guru bisa segera melakukan tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan tersebut.

3.      Tujuan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atu ketrampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya. 
1.      Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya pemahaman
2.      Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa. 
3.      Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain 
4.      Model pembelajaran CTL ini bertujun agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna
5.      Model pembelajaran model CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks jehidupan sehari-hari 
6.      Tujuan pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara indinidu dapat menemukan dan mentrasfer informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya sendiri.

4.      KarakteristikPembelajaran Kontekstual
   Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a.       Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah.
b.      Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
c.       Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
d.      Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman.
e.       Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam.
f.       Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama.
g.      Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.

Secara lebih sederhana karakteristik pembelajaran kontekstual dapat dinyatakan menggunakan sepuluh kata kunci yaitu: kerja sama, saling menunjang, menyenangkan, belajar dengan gairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis dan guru kreatif.

5.      Implementasi Pembelajaran Kontekstual di Kelas
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama. Kelas dikatakan menerapkan CTL jika menerapkan ke tujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Untuk lebih jelasnya uraian setiap komponen utama CTL dan penerapannya dalam pembelajaran adalah sebagai berikut sebagai berikut:




a.   Kontruktivisme (Constructivism)
Komponen ini merupakan landasan berfikir pendekatan CTL. Pembelajaran konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.Prinsip konstruktivisme yang harus dimiliki guru adalah sebagai berikut.
1.      Proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran.
2.      Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada informasi verbalistis.
3.      Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
4.      Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar.
5.      Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
6.      Pengalaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
7.      pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (pengetahuan baru dibangun dari pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).

b.  Bertanya (Questioning)
Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Bertanya dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berfikir siswa.Prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya sebagai berikut.
1.      Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.
2.      Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui siswa lebih efektif melalui tanya jawab.
3.      Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi baik kelompok maupun kelas.
4.      Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
5.      Dalam pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk: menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, mengetahui kadar keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa sesuai yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa, dan menyegarkan pengetahuan siswa.

c.   Menemukan (Inquiry)
Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya. Prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1.      Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri.         
2.      Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.
3.      Siklus inquiry adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan.
4.      Langkah-langkah kegiatan inquiry: merumuskan masalah; mengamati atau melakukan observasi; menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain; mengkomunikasikan atau menyajikan hasilnya pada pihak lain (pembaca, teman sekelas, guru, audiens yang lain).

d.  Masyarakat belajar (learning community)
Komponen ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community adalah sebagai berikut.
1.      Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain.
2.      Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.
3.      Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah.
4.      Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.
5.      Siswa yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.

e.   Pemodelan (modelling)
Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh, misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya. Prinsip-prinsip komponen modelling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1.      Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru.
2.      Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya.
3.      Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model penampilan.

f.    Refleksi (reflection)
   Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut.
1.      Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.
2.      Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya.
3.      Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja.

g.  Penilaian autentik (authentic assessment)
Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian autentik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
        i.      Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan pengalaman belajar siswa.
      ii.      Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.
    iii.      Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluators) yang dapat merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan bagaimana perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks belajar.
    iv.      Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri (self-assessment) dan penilaian sesama (peer assessment).

6.      Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajran CTL
Kelebihan CTL :
1.      Belajar menjadi lebih bermakana dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
2.      Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumpuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran CTL menganut aliran kontruktinisme: dimana seorang siswa diharapkan belajar melalui “ mengalami” bukan “ menghafal”.
Kelemahan CTL :
1.      Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam CTL guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi
2.      Tugas guru mengelola sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa.







C.    Kajian Penelitian yang Relevan
   Kajian penelitian yang revelan merupakan suatu acuan yang dipakai peneliti dalam melakukan penelitian. Dimana hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran bagi peneliti sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat maksimal.
Penelitian yang dilakukan oleh Apik Wijaya dengan judul  Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Disertai Tugas Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII pada tahun 2007. Berdasarkan hasil penelitian didapat: “Hasil belajar biologi ranah kognitif, afektif dan psikomotor siswa kelas VII semester genap dengan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) disertai tugas lebih baik dibanding dengan pendekatan pembelajaran konvensional pada materi dinamika penduduk dan permasalahannya SMP Negeri 14 Surakarta Tahun Ajaran 2006/2007”.
   Penelitian yang dilakukan oleh Leksono, Agus Budi pada tahun 2010 dengan judul  Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching AndLearning) dalam Proses Belajar Mengajar Mata Pelajaran Sosiologi Kelas XnPada Pokok Bahasan Nilai dan Norma Sosial di SMA Negeri 1 TanjungKabupaten Brebes Tahun Ajaran 2010/2011.Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) ada tiga tahap pelaksanaan pembelajaran kontekstual yaitu tahap persiapan atau perencanaan pembelajarankontekstual meliputi pembuatan perangkat pembelajaran, tahap prosespembelajaran kontekstual dengan menggunakan tujuh komponen pembelajarankontekstual dan mengembangkannya dengan metode rasmul bayan, dan tahappenilaian pembelajaran kontekstual meliputi penilaian dari segi afektif,
psikomotorik dan kognitif, (2) pengembangan model CTL dalam kegiatan belajar
mengajar mata pelajaran sosiologi dilakukan dengan menggunakan metode rasmul
bayan, rasmul artinya panah-panah sedangkan bayan artinya keterangan, jadirasmul bayan adalah keterangan menggunakan panah-panah, dan (3) persepsisiswa kelas X mengenai model pembelajaran CTL, antara lain: persepsi positif,model pembelajaran kontekstual yang diterapkan dalam pembelajaran sosiologimemberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami kajian sosiologi.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) ada tigatahap dalam melaksanakan pembelajaran sosiologi yang berbasis CTL, yaitu tahapperencanaan pembelajaran kontekstual, tahap proses pembelajaran kontekstual,dan tahap penilaian pembelajaran kontekstual, (2) pengembangan model CTLdalam kegiatan belajar mengajar mata pelajaran sosiologi dilakukan denganmenggunakan metode rasmul bayan, (3) ada dua persepsi siswa siswa kelas Xmengenai model pembelajaran CTL, yaitu persepsi positif, seperti modelpembelajaran kontekstual yang diterapkan dalam pembelajaran sosiologimemberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami kajian sosiologi, danpersepsi negatif banyaknya materi dalam pembelajaran sosiologi, dan kurangnyaalat peraga yang bisa digunakan dalam pembelajaran sosiologi.
  
D.    Hipotesis Tindakan
Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran contextual teaching learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi Organ Pencernaan manusia.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Setting Penelitian
1.      Lokasi Penelitian
a.       Letak Geografis SD Negeri Padasugih 01 Brebes
SD Negeri Padasugih 01 Brebes adalah salah satu lembaga pendidikan sekolah yang berstatus negeri di bawah naungan kantor Dinas pendidikan kabupaten Brebes yang terletak di Jl. Siranda, No.2,  PadasugihDesa Padasugih Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes.
SDN 01 Padasugih adalah sebuah sekolah dasar yang pertama milik wakaf pada tahun 1921 dan pada akhirnya milik pemerintah apa tahun 1925, Sekolah ini berdiri di atas tanah seluas 1.700 meter persegi. Melalui upaya lahan yang baik, sekolah ini menjelma menjadi lingkungan pendidikan yang maju dan tempat belajar yang cukup kondusif.
SD Negeri Padasugih 01 Brebes ini  sangat strategis karana dekat  dengan penduduk dan desa sehingga dapat di jangkau dari arah manapun,siswa-siswi pun kebanyakan dari desa setempatnya saja.
Tenaga pendidik dan kependidikan SDN 01 Padasugih terdiri dari 15 orang yaitu 1 kepala sekolah (merangkap guru mapel PKn dari kelas  4 dan 5), 7 guru kelas, 2 guru Agama, 2 guru penjas, 1 tata usaha (merangkap guru kelas 3), 1 guru bahasa inggris (merangkap sebagai koperasi), dan 1 penjaga. Tenaga pendidik yang PNS ada 10, yang GTT ada 5.
Ada pun tenaga pendidik dan pependidikan SDN 01 Padasugih sebagai berikut :






Tabel 3.1
Daftar Nama Dewan Guru, TU, dan Penjaga Sekolah
No
Nama
Jabatan
Pendidikan
1
Oni Herowati, SP.d
Kepala Sekolah
S1 (2006)
2
Sutrisno .W, Ama.Pd
G.Kelas
D2 (2002)
3
Dakim, Ama.Pd
G.Kelas
D2 (1997)
4
Wiwi Eka .W, SP.d.SD
G.Kelas
S1 (2008)
5
Hj. Nunung, AMa
G.Kelas
S1 (2002)
6
Nur Anisah .SQ, Ama
G.Agama
D2 (1996)
7
Nuryaman, SP.d
G.Penjas
S1 (2009)
8
Tri Sutirah, SP.d
G.Kelas
S1 (2009)
9
Siti Khotijar, SP.d.SD
G.Kelas
S1 (2008)
10
Solat
Penjaga
SMU.C (2002)
11
Lili Sugiharti, SP.d
G.Kelas
S1 (2009)
12
Dina Riyana .N, SP.d
G.Penjas
S1 (2009)
13
Kartika .PR, SP.I
G.Agama
S1 (2008)
14
Nunik Septiarin, SP.d
G.Bhs.Inggris
S1 (2008)
15
Dede Susanto
PTT (G.Kelas)
SMU (2009)




2.      Waktu Penelitian
Alokasi waktu yang akan dicanangkan dalam penelitian ini direncanakan selama 5 bulan. Untuk  lebih  jelasnya agenda kegiatan penelitian ditunjukan pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.2
Agenda Kegiatan Penelitian

No
Kegiatan
Tahun 2014
Ket
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4

1
Penyusunan Proposal





















2
Sidang Proposal





















3
Perbaikan proposal





















4
Surat izin penelitian





















5
Perencanaan dan pelaksanaan siklus I





















6
Perencanaan dan pelaksanaan siklus II





















7
Penyusunan laporan skripsi





















8
Revisi laporan skripsi





















9
Siding skripsi






















B.     Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Padasugih 01 Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes, adapun jumlah siswa dimaksud adalah 26 siswa terdiri dari 15 siswa laki laki dan 11 siswa perempuan. Data nama siswa sebagaimana berikut :
Tabel 3.3
Nama Siswa Kelas V SD N Padasugih 01
No.
Nama Siswa
L/P
1
Aqil Fajar Maulana
L
2
Diana Fuji Astuti
P
3
Eriko Putra.S
L
4
Firman Helidin
L
5
Farisqi Ainur Rofiq
L
6
Khoerul Sidiq
L
7
Moh. Alif Mulyadi
L
8
Moh. Ivandi
L
9
Seyli Yantono
P
10
Siti Sumayah
P
11
A .Kairurrojiqin
L
12
Afif Aji Sahidin
L
13
Akhmad Bayu Erlangga
L
14
Akhmad Sultan Nur .A
L
15
Bima Mega Satria
L
16
Dedi Amin Susilo
L
17
Diana Fara Arisandi
P
18
Devi Rahmawati
P
19
Faldi Prayoga
L
20
Falentino .A
P
21
Fera Wulandari
P
22
Fadila Septi .A
P
23
Gawang Ngerai .S
P
24
Ikhsan Amirudin
L
25
Ine Sukma .P
P
26
Jinan Khoerunnisa
P
JUMLAH
P = 11
L = 15




C.    Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti harus memilih desain yang tepat agar penelitian yang dilakukan dapat terarah dengan baik. Desain atau rancangan penelitian kelas yang dilaksanakan dengan mengikuti prosedur penelitian berdasarkan pada prinsip Kemmis S, dan MC Taggart .
Penelitian tindakan Kelas terdiri atas rangkaian empat kegiatan yang dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus, yaitu (1) perencanaan (2) tindakan (3) pengamatan dan (4) reflleksi terhadap tindakan.
Menurut Suhardjono (2010:74) siklus PTK dapat digambarkan sebagai berikut:

 


Oval: Permasalahan baru hasil refleksiSiklus I


 



Oval: Apabila permasalahan belum terselesaikanSiklus II







Dilanjutkan siklus berikutnya
 


 




Gambar 3.1
Alur Penelitian Tindakan Kelas
(Suhardjono, 2010:74)
D.    Prosedur Penelitian
Untuk lebih jelas, prosedur pelaksanaan penelitian ini bisa dipaparkan sebagai berikut:
Prasiklus
1.      Perencanaan
Perencanaan dilakukan pada awal pembelajaran semester 1 sebelum melakukan KBM semester 2 terlebih dahulu membuat rencana pembelajaran IPA.
2.      Pengamatan
Dalam prasiklus proses pengamatan dilakukan oleh peneliti terhadap aktifitas siswa dalam belajar seperti pada saat :
a.       Guru menyampaikan materi
b.      Guru mengajukan pertanyaan
c.       Guru mengajukan evaluasi
3.      Refleksi
Peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan melalui metode contextual teaching learning yang dilaksanakan. Peneliti dapat melihat hasil berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
Siklus I
1.    Perencanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi:
a.    Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah;
b.    Memecahkan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar mengajar;
c.    Menetapkan standar kompetansi dan kompetansi dasar;
d.   Memilih bahan pelajaran yang sesuai;
e.    Menentukan skenario pembelajaran sesuai dengan pendekatan yang telah dipilih, yang dalam hal ini adalah model pembelajaran bermain.
f.     Mempersiapkan sumber, bahan, dan alat bantu yang dibutuhkan;
g.    Menyusun lembar kerja siswa;
h.    Menyusun format observasi;
i.      Menyusun format evaluasi;
j.      Dan lain-lain persiapan yang berhubungan dengan pelaksanaan tindakan dan kegiatan pembelajaran.

2.    Pelaksanaan Tindakan
Deskripsi tindakan yang dilakukan, skenario kerja tindakan perbaikan yang akan dikerjakan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan. Sebagai berikut:
a.    Guru membuka pelajaran dengan terlebih dahulu melakukan apersepsi untuk menyiapkan mental dan membangkitkan motivasi belajar siswa serta memberitahukan tujuan yang ingin dicapai deengan kegiatan pembelajaran;
b.    Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa mencatat tugas  yang diberikan oleh guru untuk membuat rangkuman sebagai bahan untuk diskusi kelas pada pertemuan yang akan datang.
3.    Pengamatan / Observasi Tindakan
Pelaksanaan tahap pengamatan atau observasi ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan perbaikan di atas. Teknik pelaksanaannya untuk pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan format observasi terstruktur yang  telah disiapkan sebelumnya, yaitu berupa tabel-tabel isian untuk setiap aspek pengamatan dari aktivitas belajar siswa. Dengan demikian sambil melakukan tindakan (perbaikan), guru melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar setiap siswa dalam proses pembelajaran.

4.    Refleksi
Tahap ini merupakan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan, tindakan mana yang sudah berhasil sesuai dengan rencana dan mana yang perlu di perbaiki sebagai acuan untuk menyusun rencana tindakan siklus berikutnya.
Siklus II
1.    Perencanaan Tindakan
Peneliti membuat rencana pembelajaran sebagai kelanjutan sekaligus perbaikan dari rencana pada siklus pertama.
2.    Pelaksanaan Tindakan
Peneliti melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran diskusi melalui motede pembelajaran Contextual Teaching Learningberdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus pertama.
3.    Pengamatan / Observasi Tindakan
Seperti pada siklus I, tahap ini guru atau dosen melakukan observasi sesuai dengan format yang sudah disiapkan dan mencatat semua yang terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
4.    Refleksi
Meliputi kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut:
a.    Melakukan evaluasi terhadap tindakan pada siklus II berdasarkan data yang terkumpul.
b.    Membahas hasil evaluasi tentang sekenario pembelajaran pada siklus II.
c. Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua dan menganalisis, mensentesi, dan meversifikasi serta membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran berdasarkan tindakan (treatment) dalam peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi penjumlahan Organ pencernaan manusia.

E.     Teknik dan Instrumen Penelitian
Menurut Sukmadinata (2010:52), Metode penelitian adalah rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang dihadapi.
Sedangkan menurut Sugiyono (2013:3), Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Data yang diperoleh melalui penelitian adalah data empiris (teramati) yang mempunyai kriteria tertentu yang valid.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas, sebagaimana yang diungkapkan Suhardjono (2010:58)bahwa, Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran dikelasnya. PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas, bukan pada input kelas (silabus, materi dan lain-lain) ataupun output (hasil belajar). PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas.
Menurut Harjodipuro (Elfanany tahun 2013:21) dijelaskan bahwa, PTK adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik mengajar sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau untuk mengubahnya.
Sedangkan menurut Arikunto (2010:2-3) menjelaskan bahwa PTK melalui paparan gabungan definisi dari tiga kata, yaitu sebagai berikut:
1.    Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
2.    Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan.
3.    Kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru.
Jadi dapat disimpulkan bahwa PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki/meningkatkan mutu praktik pembelajaran.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dijelaskan bahwa PTK bukan hanya sekedar mengajar, tetapi mempunyai kesadaran dan kritis dalam mengajar, dan guru memiliki sikap untuk selalu siap dan bersedia untuk mengintrospeksi, bercermin, merefleksi atau mengevaluasi diri sendiri sehingga kemampuan sebagai seorang guru/pengajar diharapkan cukup profesional terhadap proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran.
PTK juga merupakan suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penelitian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara guru mata pelajaran sekolah dasar dengan peneliti dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika materi oprasi penjumahan bilangan dengan menggunakan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning. Peneliti berperan sebagai guru yang melakukan pengajaran dengan menerapkan metode pembelajaran Contextual Teaching Learningyang telah direncanakan dan disusun, sedangkan guru mata pelajaran kelas V sekolah dasar bertindak sebagai observer selama proses pembelajaran.
Penelitian tindakan kelas dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau pengajaran yang diselenggarakan oleh peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal atau belum terpecahkan di kelas. Sehingga proses pembelajaran bisa berjalan dengan baik dan berjalan seperti semestinya.

1.      Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan seluruh data yang telah diperoleh berdasarkan instrumen penelitian, kemudian data data tersebut diberikan kode kode tertentu berdasarkan jenis dan sumbernya. Peneliti melakukan interpresasi terhadap keseluruhan data dan untuk memudahkan dalam menyusun, peneliti melakukan kategorisasi data dan perumusan sejumlah hipotesis mengenai hasil dan rencana program tindakan sesuai dengan tujuan penelitian.
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan mengikuti pola tindakan yang telah dilakukan, mulai dari tahap observasi awal sampai pada tahap berakhirnya seluruh tindakan. Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu data kualitatif dan jenis data kuantitatif
Data kualitatif meliputi data hasil observasi, sedangkan data kuantitatif adalah data yang diperoleh dari nilai hasil belajar siswa sebelum dan setiap tindakan. Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pengamatan, dan tes hasil belajar adalah sebagai berikut :
a.       Teknik observasi / pengamatan
Teknik pengumpulan data hasil pengamatan terhadap aktifitas belajar siswa selama siklus tindakan baik individu maupun kelompok meliputi tahapan berikut : menentukan indicator, membuat format pengamatan dalam bentuk table agar lebih mudah digunakan, membubuhkan tanda ceklis pada setiap item descriptor sesuai realita aktivitas belajar sesungguhnya, melakukan penskoran terhadap descriptor terpilih, menentukan prosentase skor, menentukan prosentase rata rata, mengkonsultasikan hasil yang ditetapkan , kesimpulan sementara.
b.      Teknik tes hasil belajar
Data hasil tes terdiri dari data hasil belajar siswa sebelum tindakan dan setelah tindakan.
1.Data tes sebelum tindakan ( pra siklus ) untuk data tes hasil belajar sebelum tindakanbelajar sebelum tindakan ( data prasiklus tindakan ) digunakan teknik studi dokumentasi yaitu teknik pengambilan data dengan cara mengumpulkan sejumlah informasi tertulis langsung dari lokus penelitian, berupa data dalam bentuk daftar nilai siswa secara kolektif yang bersumber dari arsip kumpulan nilai hasil belajar. Data pratindakan merupakan data awal yang dijadikan dasar perencanaan tindakan penelitian.
2.Data tes hasil belajar siswa pada tindakan ( data hasil tindakan ) teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tekik tes kemampuan untuk mengukur ketercapaian KKM yang ditentukan.




2.      Instrumen Penelitian
Instrummen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Pengumpulan data atau informasi merupakan prosedur penelitian dan merupakan syarat bagi pelaksanaan pemecahan masalah penelitian yang memerlukan cara-cara atau tehnik tertentu agar data dapat terkumpul dengan baik.
Menurut Arikunto (2010:134), Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Sedangkan menurut Sugiyono (2013:133), Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang dihadapi.
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan pada peneitian ini, maka diperlukan instrumen penelitian. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Adapun instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
a.       Soal (Tes)
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tes sebagai instrumennya. Menurut Arikunto (2010:193),Tes adalah serentetan pertannyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Jenis tes yang digunakan adalah tes prestasi, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu.
Menurut Riduwan (2011:76), Tes sebagai pengumpul data adalah sejumlah pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yangdimiliki oleh individu atau kelompok.
Tes tertulis digunakan untuk mengukur pemahaman siswa dalam pokok bahasan yang diajarkan. Tes tertulis disusun berdasarkan rumusan pada tujuan pembelajaran yang diberikan pada awal dan akhir pokok bahasan. Soal tes diuji coba terlebih dahulu untuk menjamin keabsahan hasil penelitian, setelah itu penulis menentukan validitas dan reabilitas dari soal tersebut dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

b.      Observasi
Menurut Sutrisno dalam Sugiyono (2011:145), Observasi merupakan suatu proses yang komplek, suatu konsep yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Teknik pengumpulan data dengan observasi dapat digunakan pada penelitian yang berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan apabila perponden yang diamati tidak terlalu besar.
Dalam penelitian ini, selain menggunakan instrumen tes peneliti juga menggunakan observasi sebagai instrumen nontes yang bertujuan untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model bermain.

F.     Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan setelah dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil tes,  observasi, , dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melaksanakan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Peneliti mengumpulkan seluruh data yang telah diperoleh berdasarkan instrument penelitian, melakukan interprestasi terhadap keseluruhan data dan untuk memudahkan dalam menyusun dibuat deskripsi data dalam table, peneliti melakukan kategorisasi data dan analisis hasil tindakan sesuai dengan tujuan penelitian
1.    Pengolahan Data Hasil Tes
Tingkat keberhasilan pemahaman siswa di ukur berdasarkan skor tes pada akhir setiap siklus yang diperoleh dengan menggunakan rumus menurut Jihad dan Haris (2010:130) yaitu sebagai berikut:
          KKM yang digunakan adalah 65, maka jika nilai ≥ 65 dinyatakan tuntas. Sedangkan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah pelaksanaan tindakan di setiap siklus, dilakukan analisis gain ternomalisasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Interpretasi gain ternomalisasi dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.4
Interpretasi Gain Ternormalisasi
Nilai <g>
Interpretasi
(<g>) ≤ 0.3
Rendah
0.3 < (<g>) ≤ 0.7
Sedang
(<g>) ≥ 0.7
Tinggi





2.      Pengolahan Data Hasil Observasi
   Berdasarkan skor yang diperoleh, ditentukan presentasi aktivitas siswa dan guru dengan menggunakan rumus menurut Riduwan (2011:89) sebagai berikut:
Kriteriainter pretasi skor dapat dilihat pada table 3.3 berikut ini:
Tabel 3.5
Kriteria Interpretasi Skor
Skor (%)
Interpretasi
80%
Sangat Baik
79% - 60%
Baik
59%
Kurang
.

No Responses to "Skrpsi PTK"

Poskan Komentar