BAB II
LANDASAN
TEORI
A. Model
Pembelajaran Kontekstual
1.
Hakikat
Model Pembelajaran Kontekstual
Setiap
pembelajaran mengharuskan peserta didik untuk aktif dalam ikut serta
menghidupkan suatu pembelajaran di kelas, oleh karena itu pentingnya menerapkan
model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada
materi Energi adalah peserta didik aktif berpartisipasi sehingga menjadikan
pembelajaran lebih hidup dan lebih komunikatif baik antar peserta didik maupun
dengan pendidik. Dengan model pembelajaran kontekstual peserta didik menjadi
aktif dalam mengembangkan pengetahuannya dengan memberikan gagasannya seperti
dengan memberikan contoh yang ada di kehidupan nyata ke dalam materi Energi
maupun aktif melakukan pengamatan langsung terhadap bentuk energi yang masih
sulit dipahami, sehingga peserta didik yang lain juga bisa memahami dengan apa
yang telah dilakukan di lingkungan mereka dan pembelajaran lebih bermakna dan
melekat dalam memori mereka.
Teori
tersebut sependapat dengan (Trianto, 2010: 173) Pembelajaran IPA dengan model pembelajarn Kontekstual sangatlah
dibutuhkan karena pada hakikatnya IPA di bangun atas dasar produk ilmiah,
proses ilmiah, sebagai produk, dan sebagai prosedur. Sebagian proses diartikan
semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun
untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses
berupa pengetahuan yang di ajarkan dalam sekolah atau luar sekolah yaitu dengan
menggunakan bahan bacaan sebagai media penyebaranya. Sebagai prosedur adalah
metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu yaitu penelitian pada
umumnya yang lazim disebut dengan metode ilmiah
Senada
dengan itu (Suprijono, 2011: 46) menyatakan pembelajaran dengan model
pembelajaran kontekstual peserta didik dapat berperan aktif dalam kegiatan
pembelajaran dengan mengkonstruksi pengetahuanya secara mandiri dan
seluas-luasnya yaitu dengan dasar
filosofi bahwa knowledge is constructed
by human. Atas dasar itu maka
dikembangkan model pembelajran kontekstual yang berdasarkan azas pembelajaran
kontruktivisme di mana peserta didik membentuk pengetahuanya secara mandiri dan
seluas-luasnya dengan pengalaman yang terjadi dilingkungan sekitar dan
mengaitkanya dengan materi pembelajaran yang sedang dipelajari seperti materi
Energi.
Penerapan
model pembelajaran kontekstual bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
peserta didik yang lebih baik dengan menanamkan pemahaman pada peserta didik
terlebih dahulu yaitu dengan cara melibatkan langsung peserta didik untuk lebih aktif dalam
pembelajaran sehingga pembelajaran berjalan lebih efektif dan komunikatif. Gagasan
yang dapat di kemukakan oleh peserta didik yaitu dengan mengaitkan antara
contoh nyata yang ada dilingkungan mereka dengan materi energi maupun
pengamatan secara nyata dan langsung merupakan ciri dari pembelajaran
kontekstual dengan alasan tersebut sehingga peserta didik lebih memahami konsep
materi energi dan bukan hanya belajar dengan menghafal sebuah konsep materi
Energi.
Pemaparan di atas sependapat dengan (Hatimah, 2008: 9.18)
model pembelajaran kontekstual memiliki berbagai karakteristik tersendiri dalam
penerapanya di dalam kelas yang harus di perhatikan oleh pendidik agar
didapatkan pembelajaran yang efektif dan efisien guna mendapat hasil belajar
yang maksimal. Setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan diharapkan peserta
didik seacara aktif ikut terlibat dalam proses pembelajaran dan setiap
pembelajaran peserta didik diberi kesempatan untuk mengungkapkan gagasan atau
pendapatnya sesuai dengan materi Energi sehingga peserta didik lebih mudah
memahami dan pembelajaran lebih bermakna dalam benak peserta didik.
Pembelajaran kontekstual menuntut peserta didik untuk
belajar membangun dan mencari pengetahuanya secara mandiri secara aktif dalam
setiap pembelajaran. Belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey
dalam (Trianto, 2010:115) learning by
doing yang tidak menyukai rote
learning “belajar dengan menghafal”. Dewey menerapkan prinsip-prinsip learning by doing, yaitu bahwa peserta
didik perlu terlibat dalam proses
belajar secara spontan dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dengan
peran serta peserta didik dan pendidik dalam belajar aktif akan terciptanya suatu pengalaman belajar
yang lebih bermakna.
Sepakat dengan itu (Taufiq dkk, 2011: 6.7) mengemukakan
teori konstruktivisme ini menyatakan setiap peserta didik harus menemukan sendiri dan mentransformasikan pengetahuanya secara menyeluruh. Menurut
teori ini peserta didik
harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Kaitanya dengan penelitian yang dilakukan pada
pembelajaran materi Energi adalah pendidik memberikan sedikit penjelasan
tentang materi Energi dan kemudian peserta didik diberikan kesempatan untuk
memberikan gagasan dengan contoh nyata yang ada dikehidupan mereka sendiri mapun
dengan pengamatan secara langsung sehingga pembelajaran berlangsung efektif dan
komunikatif. Pendidik
dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan peserta didik untuk menemukan
ide-ide mereka sendiri, dan pada proses pembelajaran peserta didik menjadi sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
Teori pembelajaran konstruktivisme sangat erat kaitannya
dalam bidang pendidikan khususnya sains dan matematika (Wahyudin dkk, 2012:
4.31) Konstruktivisme memiliki 3 jenis, yaitu :
a)
Konstruktivisme
psikologis personal yaitu lebih menekankan bahwa peserta didik sendirilah yang
mengkonstruksikan pengetahuan dengan melakukan pengamatan secara langsung dan
memahaminya setiap konsep Energi
b)
Konstruktivisme
sosiologis yaitu lebih menekankan masyarakat sebagai pembentuk pengetahuan
seperti dengan mendiskusikan materi Energi yang belum dipahami dengan teman dan
kepada pendidik.
c)
Sosiokulturalisme
merupakan semua aspek dari individu, masyarakat dan lingkungan memiliki peranan
dalam setiap kegiatan pembelajaran. Artinya setiap peserta didik memiliki
peranan dalam setiap kegiatan pembelajaran begitu juga dengan masyarakat
sekolah dalam hal ini warga SD Muhammadiyah Kebagusan dan lingkungannya juga
sangat berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran kontekstual pada hakikatnya adalah mendidik peserta
didik untuk belajar tidak hanya sekedar menghafalkan setiap pokok bahasan materi
yang di pelajari di kelas, akan tetapi peserta didik diharapkan lebih
menekankan untuk mamahami dan membangun pengetahuannya sendiri seluas-luasnya pada
setiap pokok bahasan yang disampaikan sehingga pembelajaran lebih bermakna dari
pengetahuan yang didapatnya. Peserta didik mampu mengaitkan materi energi
dengan kehidupan mereka dengan memberikan gagasan berupa contoh nyata yang
sesuai dengan materi Energi dan peserta didik melakukan berbagai pengamatan
energi yang ada di sekelilingnya, misalnya mengamati sebuah perubahan energi
yang terjadi pada suatu benda seperti setrika atau kipas angin listrik, dari
situ mereka akan mengerti perubahan energi apa yang terjadi pada benda-benda
tersebut. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki setiap individu
berbeda dan lebih tertata sesuai dengan kemampuan individu yang lebih
mencerminkan pemahaman yang mendalam masing-masing individu dalam setiap pokok
bahasan atau persoalan yang sedang dipelajari
maupun dikaji.
Sependapat dengan itu (Rahardjo & Daryanto, 2012:
158) mengemukakan Pembelajaran kontekstual merupakan proses pendidikan yang
mencakup beberapa aspek sebagai satu kesatuan yang harus dilakukan dalam
kegiatan pembelajaran sehingga dapat berjalan sesuai dengan harapan dan tujuan
pendidikan seutuhnya. Model pembelajaran kontekstual bertujuan memotivasi
peserta didik untuk memahami makna materi Energi dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari dan menghubungkanya dengan materi Energi sehingga peserta
didik memiliki pengetahuan dan keterampilan yang secara fleksibel dapat
diterapkan dari satu permasalahan dengan permasalahan lainnya untuk kemudian
dipecahkan dengan bantuan pendidik atau peserta didik yang lain dengan tanya
jawab atau umpan balik.
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi
fakta-fakta yang terpisah akan tetapi mencerminkan satu kesatuan keterampilan
yang diterapkan pada setiap pembelajaran. Setiap individu atau peserta didik
memiliki pengetahuan dan mempunyai tingkatan yang berbeda dalam setiap
menyikapi situasi baru dilingkungan sekitar, sehingga peserta didik di tuntut
untuk dapat membangun pengetahuanya sendiri dengan memecahkan setiap masalah
dan menemukan sesuatu yang baru sebagai solusi pemecahanya yaitu dengan
mengemukakan ide-ide yang muncul dalam pemikiranya sehingga dapat mengasah dan
mengubah struktur otak seiring berjalanya waktu akan terus berkembang dengan
pengetahuan dan keterampilan yang selalu meningkat.
Berdasarkan
pernyataan di atas pembelajaran kontekstual dijadikan sebagai model dalam
pembelajaran IPA. Model pembelajaran ini bisa dilakukan dan bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan
untuk semua tingkatan usia anak didik. Model pendekatan kontekstual bisa memberikan kesempatan siswa untuk
aktif dan kreatif dalam pembelajaran yang mengacu pada realistik lingkungan sekitar
dan bisa mengembangkan kemampuan diri sendiri baik secara personal maupun
kooperatif yang bersifat fungsional secara pengembangan pengetahuan peserta
didik. Jadi pada hakikatnya konstruktivisme merupakan dasar filosofi dari pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kontekstual karena didalam
pembelajaran dengan menggunakan
metode kontekstual siswa juga dituntut menemukan ide-ide
mereka sendiri.
Model
pembelajaran Kontekstual yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu peserta didik mampu menerapkan atau
mengaitkan antar kejadian nyata yang ada dalam kehidupan peserta didik dengan
materi energi, dari beberapa fakta yang terjadi di lingkungan sekitar kehidupan
peserta didik untuk dijadikan sebagai sebuah contoh dalam pembelajaran yang
sedang dilakukan dalam hal ini mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
materi Energi. Pendidik dapat mendorong peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Konsep ini diharapkan mampu meningktakan hasil
pembelajaran dan pembelajaran lebih bermakna sihingga materi yang diajarkan
lebih mudah di ingat oleh peserta didik. Proses belajar berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan peserta didik bekerja dengan mengalami dan mengamati,
pendidik bukan hanya sekedar mentransfer pengetahuan akan tetapi partisipasi
peserta didik dapat terjalin dengan peserta didik yang lainya sehingga dapat
menciptakan suasana belajar yang efektif dan menyenangkan.
Pada
hakikatnya mengajar bukan mentransfer pengetahuan dari pendidik kepada peserta
didik, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun
sendiri pengetahuannya. Sesuai dengan hakikat pembelajaran kontekstual, dimana
pendidik lebih menekankan kepada peserta didik untuk belajar mengitkan antara
materi Energi dengan lingkungan sekitar, seperti peserta didik di rangsang
untuk memberikan gagasan berupa contoh nyata yang sesuai dengan materi Energi
sehingga memudahkan peserta didik dalam memahami konsep dari materi tersebut. Pendidik
dapat memberikan kemudahan untuk proses ini dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan ide-ide
mereka sendiri, dan pada proses pembelajaran peserta didik menjadi sadar untuk menggunakan strategi mereka
sendiri untuk belajar. Dalam konteks
ini pendidik hendaknya sebagai mediator, fasilitator, pemandu dan sekaligus
teman belajar atau sebagai mitra belajar yang membantu peserta didik agar
proses belajar berjalan dengan baik dan membangun pengetahuannya.
2.
Karakteristik
Model Pembelajaran Kontekstual
Setiap
pembelajaran yang dilakukan pada dasarnya merupakan sebagai mediator dalam
menerapkan berbagai metode, model atau pendekatan pembelajaran. Tujuan dari
penerapan aspek tersbut dalam pembelajran yaitu guna meningkatkan dan
mendapatkan hasil belajar peserta didik yang lebih baik dan lebih baik lagi
dari pembelajaran yang sebelumnya. Begitu juga dengan penerapan model
pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran IPA materi Energi di kelas III SD
Muhammadiyah Kebagusan Kecamatan Ampelgading Kabupaten Pemalang karena memiliki
tujuan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Hal itu diperkuat dengan adanya fakta dengan
indikasi peserta didik menjadi lebih aktif dalam bepartisipasi di setiap
pembelajaran yang dilakukan, seperti dengan mengungkapkan berbagai gagasannya
pada setiap pembelajaran sehingga dengan pembelajaran kontekstual peserta didik
saling bertukar pikir dan pengalaman yang dimilikinya dengan peserta didik
lainnya.
Pembelajaran kontekstual juga
menuntut peserta didik melakukan pembelajaran dengan berpikir kritis dan
tanggap dalam setiap tanggapan atau gagasan yang disampaikan oleh pendidik
maupun teman yang lain. Peserta didik juga diharapkan dapat terlibat penuh
dalam mengupayakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Terjadinya
pembelajaran yang efektif dalam kelas peserta didik dapat membawa pengalaman
yang dialami kedalam sebuah pembelajaran dan sesuai dengan materi yang sedang
dipelajari, sehingga pembelajaran berjalan komunikatif dan efektif untuk mencapai
hasil pembelajaran yang maksimal.
Senada
dengan itu (Trianto, 2007: 103-104) berpendapat model pembelajaran kontekstual
merupakan sebuah konsep belajar yang membantu pendidik untuk mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi nyata pada kehidupan peserta didik dengan
rancangan pelajaran yang dibangun atas dasar asumsi bahwa pengetahuan adalah
mengkonstruksi atau membangun dari individu itu sendiri. Dari situlah konsep
dasar dikembangkannya model pembelajaran kontruktivisme yang membuka peluang
seluas-luasnya kepada peserta didik untuk memberdayakan diri dengan belajar
dilingkungan sikitar sesuai dengan konteks materi yang di pelajari tanpa harus
menerima pembelajaran dari pendidik secara langsung. Cara belajar yang terbaik
adalah peserta didik mengkontruksi pengetahuannya secara individu yang bersifat
aktif. Pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada kebutuhan peserta didik,
pemberdayaan potensi peserta didik, meningkatkan kesadaran diri, penyampaian
ilmu-ilmu yang fungsional bagi kehidupan dan penilaian yang mengukur pengausaan
ilmu secara tuntas.
Seperti
dikemukakan (Wahyudin dkk: 2013) dalam konteks ini pembelajaran berlangsung dalam
berbagai lingkungan yaitu, dalam lingkungan pendidikan informal, dalam
pendidikan formal, dan dalam pembelajaran nonformal atau lingkungan masyarakat.
Pembelajaran dilingkungan sekitar pada setiap individu dapat memperoleh
pengalaman dan pembelajaran dari berbagai hal, misalnya tentang lingkungan
alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya maupun lingkungan politik
Struktur
pembelajaran kontekstual memberikan kesempatan pada peserta didik untuk saling
membagikan hasil informasi atau pengetahuan yang didapatnnya dalam kegiatan
pembelajaran dengan peserta didik lain. Adapun perbedaan antar pendekatan
kontekstual dengan metode konvensional seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbedaan model pembelajaran kontekstual dan
konvensional
No
|
Metode Kontekstual
|
Metode Konvensional
|
1
2
3
4
5
6
7
|
Orientasi siswa
Aktif dan Kreatif
Kooperatif
Eksploratif
Kesadaran diri
Fungsional
Kontstruktivis
|
Orientsi isi
Pasif dan Reseptif
Individualistik
Preskripif
Kebiasaan
Faktual
Behavioris
|
Sumber: (Jihad & Haris, 2009: 49)
Penerapan model pembelajaran kontekstual, terdapat tujuh komponen utama
yang harus dilakukan, diantaranya yaitu :
a)
Kontruktivisme
Merupakan landasan filosofis yang mendasari model
pembelajaran kontekstual. Setiap proses pembelajaran kontekstual Peserta didik
dituntut untuk membangun pengetahuanya sendiri secara mandiri dengan aktif
serta dalam pembelajaran, sepeti mengemukakan gagasanya seperti mengaitkan
fakta yang terjadi dilingkungan mereka dengan materi Energi yang di pelajari,
sehingga peserta didik dapat memahami konsep materi Energi dengan sendirinya
tanpa harus menghafalnya (Hatimah dkk, 2008: 1.24)
b)
Menemukan
Proses menemukan inilah yang paling penting dalam setiap
pembelajaran. Dalam konteks ini peserta didik mampu menemukan ide-ide baru yang
bertujuan untuk memberikan pengetahuan baru kepada teman sekelas seperti
memberikan pendapat atau contoh yang sesuai dengan pokok bahasan materi Energi.
c)
Bertanya
Merupakan salah satu pintu masuk untuk membangun dan memperoleh
pengetahuan secara terstruktur. Peserta didik dapat menggali pengetahuan dari
berbagai pihak seperti pendiidk atau sesama peserta diidk lain yaitu degan cara
bertanya pada setiap pokok bahasan yang dipelajari seperti materi energi,
sehingga peserta didik mampu aktif dalam pembelajaran dan mendapat informasi
baru yang mungkin belum diketahui sebelumnya. Bertanya merupakan bagian penting
dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis penemuan sendiri, yaitu menggali
informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian
pada aspek yang belum diketahuinya (Anitah dkk, 2010: 7.5)
d)
Masyarakat
Belajar
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan hendaknya dilakukan
dengan melibatkan banyak pelaku dalam kegiatanya seperti pendidik dan beberapa
peserta didik yang ikut serta dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran
bisa lebih efektif dan interaktif dan berdampak pada pembelajaran yang
komunikatif baik peserta didik dengan pendidik maupun peserta didik dengan
peserta diidk lain. Dalam pembelajaran kontekstual pengembangan masyarakat
belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti membentuk kelompok kecil
atau besar, mendatangkan ahli ke kelas, bekerja sama dengan teman sebaya, bekerja
dengan kelas diatasnya, bekerja dengan semua warga sekolah.
e)
Pemodelan
Yang dimaksud dengan pemodelan adalah pemberian
contoh-contoh belajar berupa tindakan atau perilaku yang ditampilkan oleh pendidik
maupun bisa dilakukan oleh peserta didik sebagai pemeran di depan kelas. Pemodelan
menjadi penting karena hal tersebut memberikan tindakan nyata sehingga
memudahkan peserta didik dapat dengan mudah menangkap atau menerima konsep dari
materi yang diberikan.
f)
Refleksi
Refleksi sangat perlu dilakukan dalam setiap pembelajaran
yang telah dilakukan, dikarenakan refleksi merupakan evaluasi untuk mengetahui
kekurangan yang perlu diperbaiki dan membenahinya agar pembelajaran dapat
memperoleh hasil yang lebik baik dan maksimal dimasa mendatang.
g)
Penilaian
Pembeljaran kontekstual sangat berperan dalam memberikan
gambaran keberhasilan siswa secara keseluruhan, karena itu penilaian yang
dimaksudkan adalah tidak terbatas pada pengukuran daya pikir saja, melainkan
penilaian benar-benar otentik sesuai dengan kemampuan siswa yang sebenarnya (Suryanto
dkk, 2011: 1.3).
Pada dasarnya
karakteristik model pembelajran kontekstual memilki ciri yang khas yaitu dalam
setiap pembelajaranya peserta didik dituntut untuk ikut berperan aktif dan
komunikatif dalam setiap pembelajran sehingga pembelajaran yang dilakukan tidak
bersifat monoton dan membosankan bagi peserta didik. Pembelajaran kontekstual
juga mengedepankan azas kontruktivisme, dimana peserta didik dapat membangun
pengetahuanya secara mandiri dan tidak bergantung pada pendidik. Menurut (Chulsum dan
Navia, 2006: 3) aktif artinya giat, sedangkan keaktifan artinya kegiatan atau
kesibukan. Sdangkan menurut (Aunurrahman,
2009: 119) Keaktifan belajar
ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional,
dan fisik jika dibutuhkan
Peserta didik
yang aktif dalam pembelajaran IPA dengan model pembelajaran kontekstual adalah
jika peserta didik mampu menerapkan dan mengaitkan antara materi energi dan
kehidupan lingkungan alam nyata melalui mendengarkan materi, memahami,
mengamati, menyelidiki, menguraikan dan memutuskan. Kaitanya dengan penelitian
ini adalah peserta didik menerapkan pembelajaran kontekstual dengan aktif
memberikan gagasan dengan memberikan contoh nyata yang sesuai dengan materi
Energi, sehingga peserta didik lain juga mampu memahami konsep secara nyata dan
benar. Seluruh komponen diterapkan dalam pembelajaran akan mendapatkan hasil
pembelajaran dan pengetahuan sebanyak mungkin.
3.
Keunggulan
Model Pembelajaran Kontekstual
Beberapa
pendapat menyatakan salah satunya (Trianto, 2007: 106) penerapan model
pembelajran kontekstual dalam pembelajarn IPA materi Energi juga memiliki
berbagai keunggulan yang dapat memberikan efek positif pada hasil belajar
peserta didik:
a)
Pembelajaran
menjadi lebih berakna dan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pembelajaran di sekoalah dengan kehidupan nyata dilingkungan
sekitar mereka. Hal ini sangat penting dilakukan seperti dengan mengaitkan
materi Energi dengan kehidupan nyata mereka dapat membangun pemahaman peserta
didik sendiri dan lebih melekat dalam memori mereka sehingga tidak mudah
terlupakan serta pembelajaran menjadi lebih bermakana.
b)
Secara
mendasar model pembelajaran kontekstual dapat lebih produktif dan mampu
menumbuhkan penguatan konsep materi Energi secara sederhana dan mudah diingat,
hal ini dikarenakan pembelajaran kontekstual menganut azas kontruktivisme
dimana peserta didik dituntut untuk belajar secara mandiri dengan menemukan
pengetahunya sendiri sehingga pembelajaran lebih melekat dalam memori karena
peserta didik belajar dengan mengalami bukan menghafal.
4.
Kelemahan
Model Pembelajaran Kontekstual
Beberapa literatur juga menyatakan kelemahan dari model pembelajaran
kontekstual salah satunya (Trianto, 2007: 107):
a)
Pendidik
harus lebih intensif dalam membimbing peserta didik, dikarekan pada model
pembelajaran kontekstual pendidik bukan hanya sebagai sumber informasi
melainkan pendidik memiliki tugas lain untuk mengelola kelas sebagai sebuah tim
yang dituntut bekerja sama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang
baru bagi peserta didik pada materi Energi. Pada dasarnya peserta didik
dipandang sebagai individu yang sedang berkembang sedangkan kemampuan belajar
seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan pengalaman yang
dimiliki oleh masing-masing individu. Dengan demikian pendidik disini bukan
sebagai instruktur dalam kelas yang memaksakan kehendak peserta didik,
melainkan pendidik berperan sebagai pembimbing peserta didik agar mereka dapat
belajar sesuai dengan tingkat pemahamnya pada materi Energi.
b)
Dalam
pembelajaran kontekstual pendidik memberikan kebebasan kepada peserta didik
untuk mengembangkan pengetahuanya secara mandiri untuk menemukan atau
menerapkan gagasanya tentang materi Energi dan mengajak peserta didik agar
mereka menyadari dengan sadar mengguanakan strategi-strategi mereka sendiri
untuk belajar. Namun dalam konteks ini pendidik harus memberikan perhatian dan
bimbingan yang ekstra sehingga pembelajaran dapat meraih hasil belajar sesuai
dengan tujuan yang diharapkan sebelumnya.
5.
Prosedur
Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual di Kelas
Dalam setiap model pembelajaran terdapat beberapa
prosedur yang harus dilalui dalam penerapanya di kelas, (Trianto, 2007: 103) seperti
halnya model pembelajaran kontekstual juga tidak terlepas dari prosedur dalam
penerapanya, diantaranya:
a)
Laksanakan
pembelajaran sejauh dan seluas mungkin dengan inquiri untuk semua materi dan
semua topik pembelajaran. Peserta didik diharapkan mampu berpikir kritis dan
melakukan pengamatan untuk kemudian menjadikan mereka mengerti serta memahami
konsep dari materi yang sedang diteliti, karena pada dasrnya pembelajaran yang
secara riil akan membuat peserta didik menjadi lebih mudah untuk memahami dan
lebih melekat dalam memorinya.
b)
Pendidik
diharapkan mampu meningkatkan keingin tahuan peserta didik, sehingga merangsang
peserta didik untuk aktif bertanya tentang apa yang mereka belum mengerti dan
ketahui termasuk juga pada materi Energi. Dengan adanya partisipasi aktif dari
peserta didik dapat menjadikan suasana belajar menjadi lebih komunikatif dan
tidak monoton yang menjadikan peserta didik jenuh.
c)
Pembentukan
kelompok kecil merupakan prosedur yang harus di terapkan dalam pembelajaran
kontekstual dikarenakan belajar akan lebih baik jika dilakukan secara bersama
yang memungkinkan antar peserta didik melakukan sharing pendapat atau
berbagi pengalaman dengan teman sekelompok.
d)
Menghadirkan
model sebagai contoh nyata dalam pembelajaran yang sesuai dengan materi Energi
sangatlah perlu dilakukan, hal tersebut bisa dilakukan oleh pendidik langsung
maupun peserta didik sebagai model yang membantu peserta didik lain untuk
memudahkan dalam memahami konsep Energi.
e)
Setelah
pembelajaran sudah terlaksanakan pendidik melalakukan refleksi terhadap
kegiatan belajar tersebut untuk kemudian dapat mengetahui hasil tentang apa
yang baru dipelajarinya.
f)
Tahapan
yang paling akhir adalah melakukan evaluasi dengan mengukur kemampuan
pengetahuan dan keterampilan peserta didik dengan penilaian yang sebenar-benarnya sesuai dengan kinerja
peserta didik.
B. Hasil
Belajar
1.
Hakikat
Hasil Belajar
Pada hakikatnya hasil belajar merupakan kemampuan yang
diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan guna mengetahui sejauh mana pengaruh pembelajaran yang dilakukan
terhadap pengetahuan dan intelektual peserta didik. Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur
yang sangat penting dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, dalam
hal ini berarti keberhasilan pencapaian hasil belajar atau tujuan pendidikan
sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar peserta didik disekolah
maupun di lingkungan sekitar. Pada setiap pembelajaran dapat menghasilkan
sebuah perubahan pada diri peserta didik dan hal itu bisa diukur dengan
mengguanakan nilai sebagai hasil dari sebuah pembelajaran yang telah dilakukan.
Senada dengan
itu (Jihad & Haris, 2009: 14) hasil belajar merupakan sebagian dari kemampuan
peserta didik yang diperolehnya dari sebuah pembelajaran. pembelajaran
merupakan kegiatan berproses dimana seseorang memiliki keinginan untuk berubah
dalam segi pengetahuan dan intelektualnya secara bertahap dan permanen. Dalam
kegiatan pembelajaran seorang pendidik akan menetapkan sebuah standar
pencapaian atau sering disebut dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM).
Peserta didik yang mampu mencapai hasil
belajar di atas KKM yang sudah dutentukan yaitu 65, dalam hal ini bisa
digunakan sebagai tolak ukur keberhasian peserta didik dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Teori tersebut senada dengan (Suprijono, 2011: 6)
Penilaian hasil belajar pada setiap pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA
harus dilakukan untuk mengukur perkembangan hasil belajar peserta didik yang
meliputi pencapaian pemahaman, kecakapan dan kemahiran pada materi Energi,
seperti pemahaman konsep, prosedur, penalaran dan komunikasi dalam pemecahan
masalah.
Sedangkan menurut (Syah, 2010: 82) keberhasilan dalam
pembelajaran yaitu ranah psikologi peserta didik yang terpenting adalah ranah
kognitif, dimana ranah yang pepusat di otak ini merupakan pandangan psikologis
kognitif dan merupakan pengendali yang sangat berpengaruh dalam ranah-ranah
kejiwaan yang lain yakni ranah afektif dan ranah psikomotorik. Dalam konteks
psikologis kognitif, otak merupakan satu-satunya organ tubuh yang memiliki
peranan sebagai pusat fungsi kognitif bukan hanya sebagai penggerak dan
pengendali aktivitas akal pikiran, melainkan sebagai menara pengontrol
aktivitas perasaan dan perbuatan. Sehingga dalam hal ini pendidikan dan
pembelajaran sangat perlu diupayakan semaksimal mungkin agar ranah kognitif
para peserta didik dapat berfungsi secara maksmal, positif dan bertanggung
jawab.
Jadi pada dasarnya hasil belajar merupakan unsur yang
menentukan pada setiap pembelajaran, dimana kemampuan pemahaman peserta didik
akan dibuktikan dengan perolehan hasil belajar yang sesuai dengan tujuan atau
patokan dalam pembelajaran yang biasa kita kenal (KKM). Dari sinilah setiap
peserta didik akan terlihat apakah sudah berhasil dalam mengikuti pembelajaran
atau belum.
2.
Jenis
Hasil Belajar
Tujuan kegiatan pembelajaran adalah untuk memperoleh
hasil belajar yang menunjukkan peserta didik telah melakukan kegiatan
pembelajaran yang meliputi berbagai aspek seperti pengetahuan, keterampilan dan
sikap-sikap yang baru yang diharapkan dapat dicapai secara maksimal oleh
peserta didik. Menurut Bloom dalam (Sanjaya, 2010: 102) bentuk perubahan
intelektual pada peseta didik merupakan buah dari hasil belajar yang mereka
lakukan selama mengikuti pembelajaran dan hal tersebut harus tercapai sesuai
dengan harapan. Hasil belajar digolongkan kedalam tiga ranah, yaitu ranah Kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian adalah mencakup tiga ranah
yaitu :
a)
Ranah
Kognitif
Maksud ranah kognitif disini yaitu peserta didik mampu
menyebutkan berbagai bentuk energi dan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari.
Peserta didik juga mampu menjelaskan dari setiap pokok bahasan yang berhubungan
dengan materi Energi dan memberikan contohnya yang sesuai dengan kenyataan baik
yang dilihat maupun yang dialami oleh mereka sehingga dapat memperkuat
pengetahuan dan pemahamanya tentang materi energi untuk dapat dengan mudah di
inggat dan diterapkannya.
b)
Ranah
Afektif
Merupakan ranah lanjutan dari ranah kognitif, disini
peserta didik diharapkan memperhatikan dan menerima pembelajaran untuk dapat
ikut aktif berpartisipasi dan melibatkan diri baik dengan keberanianya
memberikan pertanyaan maupun dalam menanggapi pertanyaan yang di berikan
peserta didik lain maupun pendidik, sehingga pembelajaran berjalan dengan aktif
dan komikatif.
c)
Ranah
Psikomotor
Psikomotor merupakan ranah terakhir dari hasil
pembelajaran, diamana peserta didik mampu mengulang atau menirukan dari tingkah
laku yang di contohkan sebelumya oleh pendidik. Peserta didik dituntut untuk
mempraktikan dari sebuah materi yang diberikan dengan menampilkan action atau melakukan pengamatan secara
langsung yang berkaitan dengan materi Energi, seperti mengamati perubahan
energi yang terjadi pada setrika listrik atau kipas listirk. Disitulah peserta
didik akan menirukan dari yang diajarkan oleh pendidik sebelumnya untuk
memperoleh pemahan konsep secara nyata dan lebih bermakna.
C. Belajar
dan Pembelajaran Materi Energi di Kelas III
Belajar
dan Pembelajaran yang dilakukan dalam kelas hendaknya menyenangkan,
menggembirakan serta dapat meningkatkan gairah dan semangat belajar peserta
didik sehingga peserta didik dapat mengikuti pembelajaran dengan semangat dan
senang hati. Beberapa aspek tersebut jika dapat diterapkan dan dijalankan
dengan baik oleh pendidik akan berdampak positif dalam belajar dan pembelajaran,
seperti hasil belajar peserta didik lebih baik dan meningkat serta peserta
didik lebih semangat dalam melakukan pembelajaran.
Sependapat
dengan itu (Jihad & Haris, 2009: 2) pada dasarnya belajar dan pembelajaran merupakan tahapan
berubahan perilaku positif peserta didik dan merupakan hasil interaksi peserta
didik dengan lingkungan alam sekitar yang melibatkan proses kognitif. Belajar
merupakan aktivitas yang melalui berbagai proses tahapan yang harus dilalui
peserta didik untuk dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik dan maksimal
sesuai dengan harapan pendidik maupun peserta didik. Dari proses kegiatan
belajar dan pembelajaran sudah tentu didalamnya terjadi perubahan-perubahan
yang bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui fase-fase yang
saling terkait antara satu dengan yang lain dan terjadi secara berurutan dan
fungsional. Sedangkan menurut teori Bruner (Trianto, 2010: 80) dalam proses
belajar peserta didik menempuh tiga fase diantaranya yaitu:
1.
Fase
informasi
Merupakan fase dimana seorang peserta didik yang sedang
belajar akan memperoleh informasi atau pengetahuan baik informasi yang bersifat
baru atau informasi yang berfungsi sebagai penambah, memperluas dan memperdalam
pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki. Informasi yang dimaksud dalam
pelnelitian ini adalah materi Energi, seperti apa yang dimaksud dengan energi, apa saja
bentuk-bentuk energi yang ada dilingkungan sekitar bahkan yang ada di bumi ini,
serta perubahan energi apa yang terjadi pada suatu benda sehingga mengakibatkan
perubahan energi sepert terjadinya perubahan energi pada solder yaitu perubahan
energi listrik menjadi energi panas.
2.
Fase
transformasi
Merupakan fase berikutnya yang harus dilalui oleh peserta
didik yaitu dimana peserta didik dituntut untuk menganalisis informasi yang
didapatnya ke dalam bentuk abstrak atau konseptual. Dalam konteks ini peserta
didik bisa melakukan pengamatan pada sebuah benda seperti yang di berikan pada
tahapan informasi. Peserta didik dapat mengamati sebuah benda seperti solder
untuk kemudian mendapatkan konsep pada perubahan energi yang terjadi sehingga
peserta didik mampu memahaminya dengan sendirinya dan pembelajaran lebih
bermakna.
3.
Fase
evaluasi
Merupakan fase terakhir diaman peserta didik akan menilai
sendiri sampai sejauh manakah kemampuan pengetahuan dirinya dari informasi yang
telah ditransformasikan sebelumnya. Seperti pemahaman masing-masing peserta
didik dapat dibedakan antara yang bisa memahami konsep materi energi dengan
peserta didik yang belum bisa memahami konsep materi energi dari dua fase yang
telah dilakukan.
Sependapat dengan itu (Sudjana, 2005: 56) mengatakan
belajar dan pembelajaran merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukan
dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan
tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek
yang ada pada individu yang belajar. Sementara itu (Slameto, 2010: 2) berpendapat belajar dan pembelajaran
merupakan kegiatan yang paling pokok, hal ini berarti berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung kepada bagaimana proses belajar
yang dialami oleh peserta didik
pada setiap pembelajaran. Karena pada dasarnya belajar merupakan
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan dan sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungan sekitarnya.
Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran maka dibutuhkan
sebuah buku panduan yang relevan seperti yang dikemukakan (Hamdani,
2011: 74-75) Belajar dan
pembelajaran erat kaitanya dengan buku panduan peserta didik yang relevan, oleh
karenanya dalam kegiatan belajar dan pembelajaran dibutuhkan sebuah buku
pembelajaran yang berisikan materi yang akan diajarkan. Salah satunya adalah
buku pedoman mata pelajaran IPA kelas III yang di dalamnya terdapat materi Energi
yang akan dibahas, dalam hal ini adalah materi Energi dan perubahanya dalam
kehidupan.
Buku panduan merupakan salah satu perangkat
pembelajaran IPA yang
cukup penting dan diharapkan mampu membantu peserta didik menemukan serta
mengembangkan konsep-konsep pelajaran
IPA terutama dalam materi Energi. Sesuai dengan buku panduan Ilmu Pengetahuan
Alam kelas III SD Muhammadiyah Kebagusan yang menerangkan materi tentang Energi
(Priyono & Sayekti, 2008).
D. Penelitian
Yang Relevan
Model
pembelajaran kontekstual memang memiliki dua sisi yang berbeda yaitu positif
dan negatif, akan tetapi sisi negatif akan dapat tertutupi dengan hasil
pembelajaran yang maksimal dan sesuai dengan tujuan. Banyak penelitian yang
menggunakan model ini karena memiliki pengaruh yang baik bagi peningkatan hasil
belajar, salah satunya adalah Purwanto (2012) mengatakan pembelajaran
kontekstual dapat meningkatkan perhatian peserta didik dalam pembelajaran
sehingga berdampak dalam pencapaian hasil belajar peserta didik di SDN Bulakamba
02 Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes yang semakin meningkat dan lebih baik,
dengan indikasi nilai sebelum diterapkan pembelajaran kontekstual sebesar 40%
yang mencapai KKM menjadi 85%. pembelajaran kontekstual juga dapat meningkatkan
kesungguhan pendidik dalam menyajikan materi dalam suatu pembelajaran.
Senada
dengan itu Sutardi (2012) menyimpulkan model pembelajaran kontekstual sangat
berpengaruh dalam peningkatan hasil belajar peserta didik hal ini ditunjukan
dengan meningkatnya hasil belajar peserta didik kelas III SDN 03 Panguragan
Kulon Kecamatan Panguragan Kabupaten Cirebon. Pada tiap siklusnya dengan nilai
rata-rata siklus I sebesar 69,67, siklus II sebesar 71,67 dan siklus III
sebesar 81,55 dari hasil sebelumnya adalah 35,57. Sependapat dengan itu juga Damayanti
(2013) mengemukakan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan keaktivan peserta
didik dan lebih menyenangkan dalam pembelajaran. Pendekatan ini juga
meningkatkan hasil pembelajaran peserta didik di SDN 02 Gebang Mekar Kecamatan
Gebang Kabupaten Cirebon yang lebih baik dari tiap siklusnya dengan persentase
sebelumnya yaitu 40% menjadi lebih meningkat sebanyak 82%.
Penelitian
yang dilakukan oleh Salamah (2013) peningkatan hasil belajar peseta didik
dengan penerapan model pembelajaran kontekstual pada kelas IV MI Nurul Hikmah
Kalibuntu Kecamatan Losari Kabupaten Brebes dengan hasilnya pencapaian 95%
peserta diidk yang mencapai KKM dengan presentase sebelumnya yaitu 45% yang mencapai KKM.
Sependapat dengan penelitian itu juga disampaikan oleh Mutiin (2012) yang
melakukan penelitian pada kelas VII SMP Negeri 8 Batang Kabupaten Batang. Menyampaikan
pendapatnya dalam penelitianya bahwa pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Kontekstual dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh
sekolah dengan KKM 65 dan menunjukan hasil belajar yang lebih meningkat dengan
pembelajaran kontekstual dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode
ekspositori.
Jadi pada intinya pembelajaran
dengan mengguanakan model pembelajaran kontekstual dapat memperoleh hasil
belajar yang lebih baik dan maksimal. Selain itu juga pembelajaran kontekstual
dapat meningkatkan minat dan semangat peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa penelitian yang
mengguanakan model pembelajaran kontekstual, dimana setiap penelitian
menunjukkan hasil yang lebih baik dan lebih baik lagi sehingga diharapkan model
ini dapat menjadi salah satu model pembelajaran unggulan yang selalu diterapkan
oleh para pendidik dalam melakukan pembelajaran di kelas.
E. Kerangka
Berpikir
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah di temukan seperti kemampuan
peserta didik dalam memahami konsep materi Energi rendah artinya dalam proses
belajar yang dilakukan peserta didik belum mencapai hasil yang diharapkan yaitu
belum sepenuhnya dapat memahami konsep materi apa yang telah disampaikan oleh
pendidik dalam proses belajar. pembelajaran hanya berpusat pada pendidik dan
kurang melibatkan keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar sehingga
peserta didik cenderung menjadi pendengar tanpa ikut serta berperan dalam proses
pembelajaran. Dengan indikasi tersebut akan berdampak pada hasil belajar yang
dicapai yaitu berdampak pada hasil belajar peserta didik rendah yang belum mencapai hasil maksimal dan tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan peserta didik dan pendidik .M asalah tersebut akibat dari penggunaan
model pembelajaran yang kurang sesuai dan cenderung menuntut peserta didik
untuk menerima dan mendengarkan saja tanpa menuntut partisipasi peserta didik
secara aktif sehingga pembelajaran berjalan monoton dan membosankan.
Suatu
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, pendidik selalu dikaitkan dengan
istilah model, pendekatan,
dan metode sebagai strategi pembelajaran. Dalam
konteks ini seorang pendidik harus jeli dan pandai dalam memilih suatu model pembelajaran tertentu sehingga akan
mempengaruhi hasil belajar yang
akan dicapai dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Salah satu model pembelajaran yang dapat mempengaruhi
hasil pembelajaran peserta didik yaitu model pembelajaran kontekstual. Penerapan
model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran IPA materi Energi dengan
cara mengaitkan materi Energi dengan kenyataan yang ada dilingkungan sekitar
yang digunakan sebagia contoh untuk mempermudah peserta didik dalam memahami
konsep materi Energi. Peserta didik diberikan kesempatan untuk aktif dalam
menyampaikan gagasan untuk berbagi pengalaman dengan teman sekelas sesuai
dengan materi Energi dengan memberikan contoh nyata yang ada dilingkungan
mereka.
Penerapan
model pembelajaran kontekstual dalam pembelajarn IPA materi Energi juga
memiliki berbagai keunggulan, seperti pembelajaran lebih membuat peserta didik
senang dan tidak cepat bosan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pembelajaran
dengan model kontekstual menjadi lebih berakna karena pembelajaran menuntut
peserta didik lebih aktif untuk dapat menangkap hubungan antara pembelajaran di
sekoalah dengan kehidupan nyata dilingkungan sekitar mereka sebagai contoh
nyata dan kreativitas anak akan lebih tumbuh dalam memahami konsep materi
Energi dan melekat dalam memori mereka sehingga pembelajaran akan lebih
bermakana.
Secara
mendasar model pembelajaran kontekstual dapat lebih produktif dan mampu
menumbuhkan penguatan konsep secara sederhana dan mudah diingat, hal ini
dikarenakan pembelajaran kontekstual menganut azas kontruktivisme dimana
peserta didik dituntut untuk belajar secara mandiri dengan menemukan
pengetahunya sendiri sehingga pembelajaran lebih melekat dan bermakna dalam ingatan
anak. Penerapan model pembelajaran kontekstual diharapkan meningkatkan hasil belajar
peserta didik dan meningkatkan semangat
belajar peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar disekolah. Peserta didik
juga lebih aktif berpartisipasi dalam kegitan pembelajaran karena hal tersebut
akan berdampak pada kemampuan anak dalam menangkap materi yang disampaikan dan
berdampak pada hasil belajar yang lebih biak dan meningkat sesuia dengan
harapan.
Keberhasilan
belajar peserta didik dapat terlihat dengan hasil belajar yang dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran yaitu berupa peningkatan nilai nyata yang didapat dari
hasil evaluasi pembelajaran setelah dilakukanya pembelajaran dengan model
pembelajaran kontekstual. Keberhasilan dalam pembelajaran juga tidak terlepas
dari kemampuan pendidik dalam menyampaikan materi dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual secara baik dan maksimal, jika semakin efektif model pembelajaran yang digunakan dalam
mengajar semakin baik pula hasil belajar yang akan dicapai. Berdasarkan pemaparan kerangka
berpikir di atas dapat dilihat secara umum pada Gambar 2.1.
Identifikasi Masalah
1.
Pemahaman konsep pada materi Energi rendah.
2.
Pembelajaran yang masih berpusat pada pendidik.
3.
Hasil belajar rendah.
|
Solusi
Model Pembelajaran Kontekstual
|
Keunggulan
1.
Pembelajaran tidak cepat bosan.
2.
Lebih aktif dalam pembelajaran
3.
Kreativitas akan tumbuh dalam memahami konsep Energi.
4.
Membantu pendidik untuk mengajar lebih sistematis.
|
Harapan
1.
Hasil belajar peserta didik lebih meningkat
2.
Semangat dalam mengikuti pembelajaran
meningkat.
3.
Lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran
|
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
F.
Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang penting kedudukannya dalam suatu
penelitian. Dalam penerapan metode pendekatan kontekstual pembelajaran IPA, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini Hasil
belajar siswa akan lebih baik yang diajar dengan metode pendekatan kontekstual
di bandingkan dengan pembelajaran yang mengguanakan metode konvensional.
No Responses to "Contoh Bab II Skripsi PTK"